Selasa, 29 Desember 2009

sikap pekerja & kepuasan kerja

SIKAP PEKERJA & KEPUASAN KERJA

Kepuasan kerja merupakan sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sifat khusus terhadap faktor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individu di luar kerja. Biasanya orang akan merasa puas atas kerja yang telah atau sedang ia jalankan, apabila apa yang ia kerjakan telah memenuhi harapan salah satu tujuannya bekerja. Apabila seseorang mendambakan sesuatu, berarti ia memiliki suatu harapan dengan demikian ia akan termotivasi melakukan tindakan ke arah pencapaian harapan tersebut. Jadi, kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang menyokong atau tidak menyokong dari karyawan yang berhubungan dengan kondisi dirinya.

~ Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja :
a. Lingkungan, terdiri dari tingkat pekerjaan, isi pekerjaan, pimpinan yang penuh     perhatian, kesempatan promosi dan interaksi sosial dan bekerja dalam kelompok.
b. Faktor individual, terdiri dari jenis kelamin, lamanya bekerja dan tingkat pendidikan.
c. Rasa aman merupakan situasi tentram dalam kerja, rasa bebas dari tekanan     kebijaksanaan, jaminan dan kelangsungan pekerjaan yang dirasakan pekerja.
d. Kondisi kerja merupakan kenyamanan ruang kerja yang dirasakan dapat     mempengaruhi aktivitas kerja, luas sempitnya ruangan, prgantian udara, terbuka dan     tertutupnya ruangan dan suasana ketenangan kerja.
e. Waktu istirahat, maksudnya adalah istirahat yang resmi diberikan perusahaan, yang     tidak resmi yang dibutuhkan oleh pekerja


Teori-Teori tentang Kepuasan Kerja

Menurut Wexley dan Yukl (1977) teori-teori tentang kepuasan kerja ada tiga macam yang lazim dikenal yaitu:

1.Teori Perbandingan Intrapersonal (Discrepancy Theory)
Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh individu merupakan hasil dari perbandingan atau kesenjangan yang dilakukan oleh diri sendiri terhadap berbagai macam hal yang sudah diperolehnya dari pekerjaan dan yang menjadi harapannya. Kepuasan akan dirasakan oleh individu tersebut bila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan kecil, sebaliknya ketidakpuasan akan dirasakan oleh individu bila perbedaan atau kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari pekerjaan besar.

2. Teori Keadilan (Equity Theory)
Seseorang akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan atau tidak atas suatu situasi. Perasaan equity atau inequity atas suatu situasi diperoleh seseorang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor, maupunditempat lain.

3. Teori Dua – Faktor (Two Factor Theory)
Prinsip dari teori ini adalah bahwa kepuasan dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda. Menurut teori ini, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yang satu dinamakan Dissatisfier atau hygiene factors dan yang lain dinamakan satisfier atau motivators.

CONTOH………
Setelah adanya PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) besar-besaran, motivasi pekerja di sebuah perusahaan biasanya cukup rendah. Ini bisa jadi disebabkan karena karyawan mempersepsi adanya ketidakadilan, baik dari sudut pandang Equity Theory maupun Procedural Justice. Ketika perusahaan memecat karyawan yang telah memberikan kontribusi berupa kerja keras dan keahlian, karyawan mempersepsi bahwa ketidakadilan telah terjadi.


Baca dulu y sampe selesai…n tolong ksi comentnya y……txu before……..

CONTOH……….
Para pekerja perlu merasa bahwa mereka mampu mencapai prestasi yang tinggi. Jika perlu, perusahaan perlu memberikan pelatihan untuk memastikan bahwa para karyawan memang memiliki keahlian yang dituntut oleh masing-masing pekerjaannya. Contoh tersebut menggunakan teori expectancy.

Gagasan kaku mengenai cara dan sasaran perusahaan
CONTOH KASUS
Seorang wakil presiden suatu industri dipanggil oleh pimpinan eksekutifnya setelah terjadi pemecatan manajer yang keempat dalam jangka waktu lima tahun di pabrik yang sama.
Ketika diminta untuk menjelaskan keadaan yang sebenarnya, wakil presiden per-usahaan itu mengatakan, masalahnya masih tetap yang lama yaitu rendahnya gaji manajer perusahaan. Ini merupakan masalah yang dirasakan dalam semua operasi perusahaan, yang menyebabkan pemecatan banyak manajer yang “sedikit atau sama sekali tidak mempunyai latar belakang dalam manajemen, tidak mempunyai prestasi sukses yang istimewa dan tidak memiliki pengetahuan yang luas mengenai bisnis perusahaan”.

Pimpinan eksekutif perusahaan itu mengatakan, ia telah mendengar semua yang dikatakan itu sebelumnya, dan dengan demikian secara tidak langsung masalah itu memang ada. Tetapi kemudian ia mengatakan, “Anda tahu bagaimana perasaan saya mengenai gaji yang besar. Itu tidak tepat.”

Wakil presiden perusahaan menjelaskan bahwa manajemen perusahaan semakin lemah karena terlalu banyak waktu digunakan untuk memecahkan masalah daripada membangun basis yang kuat. Di samping itu penjualan meningkat, tetapi keuntungan tetap.

Sekali lagi pimpinan eksekutif tidak sependapat dengan wakil presiden perusahaan. la mengatakan, kalau para manajer mendapat gaji lebih besar, setiap orang akan menuntut kenaikan gaji.

Akhirnya, wakil presiden perusahaan melontarkan argumentasinya yang paling ampuh bahwa patokan demikian menyebabkan pengeluaran yang besar sekali. la menaksir kita rugi 200.000 dollar di pabrik tahun lalu, sedangkan dengan tambahan 20.000 dollar dalam bentuk kenaikan gaji, kita dapat memiliki manajer dan staf yang baik.

Pimpinan eksekutif masih tetap mempertahankan pendiriannya. “Saya pikir Anda benar, tetapi buat saya rasanya tetap saja tidak benar.”

Orang yang pikirannya terlalu tertutup dalam satu bidang mungkin saja sangat luwes dalam bidang lain. Pimpinan eksekutif yang satu ini mungkin tidak sukar menyesuaikan dirinya dengan berbagai strategi pemasaran inovatif atau berbagai teknik industri yang baru.

Tetapi pendapatnya yang kaku mengenai gaji yang rendah telah membuatnya tidak dapat melihat kenyataan bahwa sikap seperti itu merugikan perusahaannya. Sikap yang kaku untuk menerima gagasan yang bertentangan dengan pikiran itu berurat-akar dalam kepribadiannya, sehingga sukar sekali mengubahnya.

Pengakuan adalah langkah pertama untuk mengadakan perubahan Eksekutif yang ngotot ini seharusnya sadar akan pendiriannya yang merugikan itu setelah mendengarkan semua argumentasi yang diberikan pihak lain.

Inilah sebabnya mengapa Anda perlu mengembangkan suatu sistem tertentu yang dapat menjamin segera tersorotnya sikap-sikap yang terlalu kaku terutama sekali kekakuan Anda sendiri. Ini dapat dilakukan dengan cara mempercayakan tugas itu kepada seorang rekan; menerapkan suatu sistem pintu terbuka, atau mendorong kerjasama antar karyawan yang independen dan setia. Pastikanlah jangan sampai sikap yang kaku membuat Anda menjadi musuh Anda sendiri yang paling besar.

Jgn lupa ksi comentnya y…..
CONTOH…………..
Kepuasan kerja karyawan RS Raden Mattaher Jambi sangat dipengaruhi oleh insentif yang mereka terima. Sementara berkaitan dengan pembagian kerja, tidak ada hubungan secara langsung dengan kepuasan karyawan. Puas atau tidaknya karyawan lebih berkaitan dengan beban kerja yang tidak merata antara satu karyawan dengan karyawan yang lain. terlebih lagi dengan insentif yang sangat kecil yang mereka terima.
Kesenangan terhadap pekerjaan ini mendorong sebagian besar karyawan untuk mendapatkan capaian karir yang lebih tinggi. Moral kerja karyawan semakin naik dengan semangat yang mereka miliki tersebut. Sehingga bagi sebagian besar karyawan, mereka menyatakan bahwa pekerjaan yang mereka geluti selama ini tetap mampu membuat mereka berkembang dan mengaktualisasikan diri. Hal tersebut terlihat dengan adanya motivasi dari karyawan Rumah Sakit untuk mendapatkan pendidikan dan training-training untuk meningkatkan kapasitas mereka.
Menurut karyawan RS Raden Mattaher, mereka merasa bahwa pekerjaan yang mereka lakukan selama ini telah sesuai dengan kemampuan mereka. Sehingga bagi mereka penempatan dan posisi mereka dalam bekerja menjadi hal penting yang menentukan apakah mereka puas terhadap kerja yang mereka lakukan selama ini.
Walaupun menurut mereka pekerjaan yang mereka lakukan sesuai dengan kemampuan mereka, mereka tetap merasa lebih berkembang.
4 Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan Kepuasan kerja karyawan RS Mattaher dipengaruhi oleh penempatan mereka pada posisi yang sesuai dengan kemampuan mereka. Walaupun karyawan melakukan pekerjaan sesuai dengan tupoksinya tetapi mereka tidak merasa keberatan.
Kepuasan kerja merupakan suatu perasaan yang menyenangkan yang timbul sebagai akibat dari persepsi karyawan, yaitu bahwa dengan menyelesaikan tugas atau dengan berusaha untuk menyelesaikan pekerjaan memiliki nilai yang penting dalam pekerjaan tersebut.
Kepuasan kerja merupakan hasil penilaian yang mendasar pada aspek respon emosional terhadap faktor-faktor pekerjaan, aspek persepsi individu terhadap apa yang mereka kerjakan sebagai suatu hal yang penting dan persepsi terhadap seberapa baik hasil yang dirasakan.

JADI….
Kepuasan kerja tidak secara langsung berhubungan dengan pembagian kerja. Pembagian kerja bagi sebagian besar karyawan RS Raden Mattaher telah sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing. Persoalan yang lebih mengemuka adalah beban kerja yang berbeda pada masing-masing karyawan, sehingga menimbulkan rasa ketidakadilan bagi mereka yang mendapatkan beban kerja lebih banyak dibandingkan dengan yang lain. Berkaitan dengan insentif, hal ini sangat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Insentif yang dirasakan sangat kecil atau tidak sesuai dengan beban kerja yang mereka lakukan menurunkan moral dan motivasi kerja karyawan. Besaran jumlah insentif ini menurut karyawan RS Raden Mattaher sebaiknya disesuaikan dengan beban kerja, kemampuan dan tingkat pendidikan dari seorang karyawan. Apalagi dengan tidak transparannya pihak rumah sakit dalam melakukan pengelolaan terhadap insentif atau imbalan yang diberikan karyawan, sehingga rasa tidak puas dirasakan juga dalam kerja
keseharian karyawan.

Nah dah selesai semuanya dech…..gimana pendapat nya?jgn lupa d.coment y…….txu….

DAFTAR PUSTAKA
Mazbow. 2009. Teori Kepuasan Kerja. Retrived at http://www.mazbow.com/2009/10/
        teori-psikologi-kepuasan-kerja.html. 28 Desember 2009.
Wirawan. 2009. Psikologi Organisasi. Retrieved at http://www.eramuslim.net/?buka=
        show_artikel&id=721. 28 Desember 2009.

Senin, 14 Desember 2009

teori-teori motivasi dan job enrichment

TUGAS PSIKOLOGI MANAJEMEN :
Teori – teori Motivasi
Teori Harapan
Teori Kebutuhan Maslow
Job Enrichment
Disusun Oleh: Kelas : 3PA06
1. Dzanna Maulida (10507069)
2. Hana Thahir (10507102)
3. Putri Ines Sasdinasti (10507189)
4. Teny Mulia (10507239)


TEORI - TEORI MOTIVASI

Motivasi adalah kesedian melakukan usaha tingkat tinggi guna mencapai sasaran atau tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan usaha tersebut memuaskan kebutuhan sejumlah individu. Meskipun secara umum, motivasi merujuk ke upaya yang dilakukan guna mencapai setiap sasaran, disini kita merujuk ke sasaran organisasi karena fokus kita adalah perilaku yang berkaitan dengan kerja. Ada tiga unsur kunci dalam definisi itu : upaya, sasaran organisasi, dan kebutuhan. Beberapa Teori – teori Motivasi :

1). Teori Drive Reinforcement
Ketika suatu keadaan dorongan internal muncul,individu didorong untuk mengaturnya dalam perilaku yang akan mengarah ke tujuan yang mengurangi intensitas keadaan yang mendorong. Pada manusia dapat mencapai tujuan yang memadai yang mengurangi keadaan dorongan apabila dapat menyenangkan dan memuaskan. Implikasinya sering terjadi dalam bidang industri dan organisasi, sebagai contoh :



a. Reward
Seorang Sales Promotion Girl (SPG) di salah satu hyper market di kawasan Jakarta yang pada awalnya mendapat posisi menjadi SPG, sekarang ia menduduki jabatan sebagai administrasi untuk sebuah produk yang ia kerjakan. Hal tersebut dikarenakan semasa ia menjadi SPG, ia berhasil memenuhi target yang dicapai bahkan mungkin, ia menjadi salah satu SPG yang dapat melebihi target di setiap minggunya.
Berdasarkan contoh diatas, hal tersebut termasuk kedalam teori motivasi yaitu drive reinforcement yang lebih spesifik lagi termasuk kedalam reward. Yakni jika SPG tersebut dapat memenuhi atau melebihi target, maka ia dijanjikan akan naik jabatan.

b. Punishment
Punishment merupakan hukuman yang diberikan agar seseorang termotivasi kembali untuk melakukan suatu hal. Misalnya ; pada contoh kasus Sales Promotion Girl (SPG) yang telah diuraikan diatas, Jika SPG tersebut terlambat masuk kantor pada jam yang sudah ditentukan selama 3x dalam kurun waktu 1 bulan maka akan dikenakan pemotongan upah kerja (Gaji) sebesar 0,5% dari gaji pokok. Dari contoh diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang bisa termotivasi kembali untuk melakukan hal yang lebih baik setelah diberikan punishment ketika melakukan suatu kesalahan.

2). Teori Harapan
Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.
Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.
Di kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya manusia teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya itu. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara untuk memperolehnya.
Implikasi praktis dari teori di atas yaitu; dalam kasus Sales Promotion Girl (SPG) misalnya, ketika SPG tersebut menginginkan kenaikan jabatan yang juga disertai dengan peluang yang besar untuk kenaikan jabatan maka SPG tersebut akan berusaha semaksimal mungkin tetapi jika harapan untuk mencapai kenaikan jabatan itu rendah (kemungkinannya kecil) maka SPG tersebut akan bermalas-malasan dalam mencapai keinginannya. Disinilah teori motivasi harapan sangat berperan besar dalam mencapai suatu tujuan organisasi.

3). MOTIVASI dalam TEORI KEBUTUHAN MASLOW
Menurut Abraham Maslow manusia mempunyai lima kebutuhan yang membentuk tingkatan-tingkatan atau disebut juga hirarki dari yang paling penting hingga yang tidak penting dan dari yang mudah hingga yang sulit untuk dicapai atau didapat. Motivasi manusia sangat dipengaruhi oleh kebutuhan mendasar yang perlu dipenuhi.
Kebutuhan maslow harus memenuhi kebutuhan yang paling penting dahulu kemudian meningkat ke yang tidak terlalu penting. Untuk dapat merasakan nikmat suatu tingkat kebutuhan perlu dipuaskan dahulu kebutuhan yang berada pada tingkat di bawahnya.
Lima (5) kebutuhan dasar Maslow - disusun berdasarkan kebutuhan yang paling penting hingga yang tidak terlalu krusial :
1. Kebutuhan Fisiologis
Contohnya adalah : Sandang / pakaian, pangan / makanan, papan / rumah, dan kebutuhan biologis seperti buang air besar, buang air kecil, bernafas, dan lain sebagainya.
2. Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan
Contoh seperti : Bebas dari penjajahan, bebas dari ancaman, bebas dari rasa sakit, bebas dari teror, dan lain sebagainya.
3. Kebutuhan Sosial
Misalnya adalah : memiliki teman, memiliki keluarga, kebutuhan cinta dari lawan jenis, dan lain-lain.
4. Kebutuhan Penghargaan
Contoh : pujian, piagam, tanda jasa, hadiah, dan banyak lagi lainnya.
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Adalah kebutuhan dan keinginan untuk bertindak sesuka hati sesuai dengan bakat dan minatnya.
Contoh pengalamannya : Dulu saya hanya bekerja sebagai notulen, dan gaji saya tidak mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari.Pada akhirnya saya naik jabatan menjadi sekertaris dan gaji saya pun ikut bertambah dan bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari saya.

“JOB ENRICHMENT”
Salah satu faktor kunci dalam desain pekerjaan baik pekerjaan pengayaan, terutama dipromosikan oleh psikolog Frederick Herzberg dalam artikel tahun 1968 "One More Time: Bagaimana Memotivasi Karyawan Anda?". Ini adalah praktek untuk meningkatkan pekerjaan individu untuk membuat tanggung jawab lebih memuaskan dan memberi inspirasi bagi orang-orang yang melakukannya.
Dengan pengayaan pekerjaan, Anda memperluas tugas mengatur bahwa seseorang melakukan. Anda memberikan lebih merangsang dan menarik menambah pekerjaan yang beragam dan tantangan kepada karyawan rutinitas sehari-hari. Hal ini meningkatkan kedalaman pekerjaan dan memungkinkan orang untuk memiliki lebih banyak kontrol atas pekerjaan mereka.
Job Depth
Derajat pengaruh atau kebijaksanaan yang dimiliki seorang individu untuk memilih bagaimana pekerjaan akan dilakukan.
Contoh kasus: Seorang desainer yang pada awal kariernya memulai dengan belajar membuat suatu busana sederhana, seperti kaos atau celana biasa, dan lain-lain. Tetapi ketika in telah menemukan suatu ide dan teknik yang cocok yang dapat menciptakan suatu busana baru yang luar biasa, maka desainer tersebut akan mendalami bidang tersebut dengan lebih dalam lagi, dan tidak menutup kemungkinan ia bisa menjadi seorang desainer terkenal.
Job Range
Jumlah tugas seseorang diharapkan untuk melakukan saat melakukan pekerjaan. Semakin banyak tugas yang diperlukan, semakin besar rentang pekerjaan.
Contoh kasus : Seseorang yang bekerja sebagai Baby Sister yang memiliki tugas untuk merawat bayi atau anak. Namun pada kenyataannya tugas mereka lebih dari itu, mereka terkadang harus membersihkan rumah, memasak juga bahkan melakukan pekerjaan-pekerjaan lainnya yang sebenarnya bukan menjadi tugas utamanya.

Merancang pekerjaan yang Memotivasi
Ada lima faktor desain pekerjaan yang biasanya memberikan kontribusi kepada orang-orang yang menikmati pekerjaan:
• Skill Variety - Meningkatkan jumlah individu keterampilan yang digunakan ketika melakukan pekerjaan.
• Tugas Identity - Mengaktifkan orang untuk melakukan pekerjaan dari awal sampai akhir.
• Signifikansi Tugas - Memberikan pekerjaan yang memiliki dampak langsung terhadap organisasi atau para stakeholder.
• Otonomi - Meningkatkan tingkat pengambilan keputusan, dan kebebasan untuk memilih bagaimana dan ketika pekerjaan selesai.
• Saran atau masukan - Meningkatkan jumlah pengakuan untuk melakukan pekerjaan dengan baik, dan mengkomunikasikan hasil karya orang.

Job Enrichment Pilihan
Fokus utama adalah memberikan pengayaan pekerjaan orang-orang lebih banyak kontrol atas pekerjaan mereka (kurangnya kontrol adalah penyebab utama stres, dan karena itu ketidakbahagiaan.) Bila memungkinkan, biarkan mereka untuk mengambil tugas-tugas yang biasanya dilakukan oleh supervisor. Ini berarti bahwa mereka memiliki lebih banyak pengaruh terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan mengevaluasi pekerjaan yang mereka lakukan.
Dalam pekerjaan yang diperkaya, orang-orang kegiatan lengkap dengan meningkatnya kebebasan, kemerdekaan, dan tanggung jawab. Mereka juga menerima banyak umpan balik, sehingga mereka dapat menilai dan memperbaiki kinerja mereka sendiri.
Berikut adalah beberapa strategi yang bisa Anda gunakan untuk memperkaya pekerjaan di tempat kerja Anda:
• Putar Jobs - Berikan orang kesempatan untuk menggunakan berbagai keterampilan, dan melakukan berbagai jenis pekerjaan. Cara yang paling umum untuk melakukan ini adalah melalui rotasi pekerjaan. Gerakkan pekerja melalui berbagai pekerjaan yang memungkinkan mereka untuk melihat berbagai bagian dari organisasi, belajar keterampilan yang berbeda dan mendapatkan pengalaman yang berbeda. Ini dapat sangat memotivasi, terutama bagi orang-orang dalam pekerjaan yang sangat berulang atau yang berfokus pada hanya satu atau dua keterampilan.
• Combine Tugas - Gabungkan aktivitas kerja untuk memberikan yang lebih menantang dan kompleks tugas pekerjaan. Hal ini dapat secara signifikan meningkatkan "identitas tugas" karena orang melihat pekerjaan melalui dari awal sampai akhir. Hal ini memungkinkan pekerja untuk menggunakan berbagai macam keterampilan, yang dapat membuat pekerjaan terasa lebih bermakna dan penting.

Minggu, 01 November 2009

Teori-teori Leadership

TEORI LEADERSHIP
Fiedler (1964, 1967)

Efektivitas kepemimpinan tergantung pada persepsi pemimpin terhadap anggota kelompoknya. Persepsi pemimpin terhadap anggotanya diukur berdasarkan pada pandangannya terhadap anggotany yang paling lemah, peling rendah prestasinya atau paling tidak disukai (LPC/Least Prefered Co-Worker). Kalau LPC dinilai tinggi, pemimpin lebih tenang dalam bekerja, lebih demokratis, dan lebih mampu membagi tanggung jawab kepada anggotanya. Akan tetapi, jika LPC rendah, pemimpin cenderung bersikap keras, mau mengatur, dan otokratik. Walaupun demikian, tidak berarti bahwa LPC rendah (otokratik) karena tergantung juga pada situasinya.
Ada situasi yang mendukung (favourable) hasil kerja kelompok karena hubungan afektif (emosi) dengan anggota baik, struktur tugas jelas, dan posisi kekuasaan pemimpin cukup baik. Akan tetapi, ada juga situasi yang tidak mendukung (unfavorable) karena hubungan atasan-bawahan kurang baik, struktur tugas tidak jelas, dan posisi kekuasaan pemimpin lemah. Tipe kepemimpinan demokratis ternyata hanya baik untuk situasi yang sedang (antara favorable dan unfavorable), sedangkan untuk situasi yang ekstrem (sangat favorable atau sangat unfavorable tipe kepemimpinan otokratik ternyata lebih baik). Fiedler mendefinisikan efektivitas pemimpin dalam hal performa grup dalam mencapai tujuannya. Fiddler membagi tipe pemimpin menjadi 2:
(1). Berorientasi pada tugas
(2). Berorientasi pada maintenance
Dari observasi ini ditemukan fakta bahwa tidak ada korelasi konsisten antara efektifitas grup dan perilaku kepemimpinan.
Pemimpin yang berorientasi pada tugas akan efektif pada 2 set kondisi :
(1). Pada set yang pertama, pemimpin ini sangat memiliki hubungan yang baik dengan anggotanya, tugas yang didelegasikan pada anggota sangat terstruktur dengan baik, dan memiliki posisi yang tinggi dengan otoritas yang tinggi juga. Pada keadaan ini, grup sangat termotivasi melakukan tugasnya dan bersedia melakukan tugas yang diberikan dengan sebaik-baiknya.
(2). Pada set yang kedua, pemimpin ini tidak memiliki hubungan yang baik dengan anggotanya, tugas yang diberikan tidak jelas, dan memiliki posisi dan otoritas yang rendah. Dalam kondisi semacam ini, pemimpin mempunyai kemungkinan untuk mengambil alih tanggung jawab dalam mengambil keputusan, dan mengarahkan anggotanya.
Hasil dari riset ini adalah fungsi distribusi pada teori kepemimpinan yang perlu dimodifikasi sebagai pengaruh kondisi situasional pada gaya kepemimpinan suatu grup.
Teori kontingensi menganggap bahwa kepemimpinan adalah suatu proses di mana kemampuan seorang pemimpin untuk melakukan pengaruhnya tergantung dengan situasi tugas kelompok (group task situation) dan tingkat-tingkat daripada gaya kepemimpinannya, kepribadiannya dan pendekatannya yang sesuai dengan kelompoknya. Dengan perkataan lain, menurut Fiedler, seorang menjadi pemimpin bukan karena sifat-sifat daripada kepribadiannya, tetapi karena berbagai faktor situasi dan adanya interaksi antara Pemimpin dan situasinya.
Sebagai landasan studinya, Fiedler menemukan 3 (tiga) dimensi kritis daripada situasi/lingkungan yang mempengaruhi gaya Pemimpin yang sangat efektif, yaitu:
a. Kekuasaan atas dasar kedudukan/jabatan (Position power).
Kekuasaan atas dasar kedudukan/jabatan ini berbeda dengan sumber kekua-saan yang berasal dari tipe kepemimpinan yang kharismatis, atau keahlian (expertise power). Berdasarkan atas kekuasaan ini seorang pemimpin mempunyai anggota-anggota kelompoknya yang dapat diperintah/dipimpin, karena ia bertindak sebagai seorang Manager, di mana kekuasaan ini diperoleh berdasarkan atas kewenangan organisasi (organizational authority).
b. Struktur tugas (task structur).
Pada dimensi ini Fiedler berpendapat bahwa selama tugas-tugas dapat dipe-rinci secara jelas dan orang-orang diserahi tanggung jawab terhadapnya, akan berlainan dengan situasi di mana tugas-tugas itu tidak tersusun (unstructure) dan tidak jelas. Apabila tugas-tugas tersebut telah jelas, mutu daripada penyelenggaraan kerja akan lebih mudah dikendalikan dan anggota-anggota kelompok dapat lebih jelas pertanggungjawabannya dalam pelaksanaan kerja, daripada apabila tugas-tugas itu tidak jelas/kabur.

c. Hubungan antara Pemimpin dan anggotanya (Leader member relations).
Dalam dimensi ini Fiedler menganggap sangat penting dan sudut pandangan seorang Pemimpin), apabila kekuasaan atas dasar kedudukan/jabatan dan stuktur tugas dapat dikendalikan secara lebih luas dalam suatu badan usaha/organisasi dan selama anggota kelompok suka melakukan dan penuh kepercayaan terhadap kepimpinannya.

TEORI NORMATIVE
Vroom & Yetton

Teori kepemimpinan Vroom&Yetton disebut juga Teori Normatif (Normative Theory), karena mengarah kepada pemberian suatu rekomendasi tentang gaya kepemimpinan yang sebaiknya digunakan dalam situasi tertentu. Yaitu berfokus pada tingkat partisipasi yang diperbolehkan oleh pemimpin dalam pengambilan keputusan dan seleksi pendekatan yang akan memaksimalkan manfaat yang akan didapat kelompok dan pada waktu yang bersamaan, meminimalisasi gangguan pencapaian tujuan kelompok. Model yang menjelaskan bagaimana seorang pemimpin harus memimpin dalam berbagai situasi. Model ini menunjukan bahwa tidak ada corak kepemimpinan tunggal yg dapat diterapkan pada semua situasi.
Ada 5 tipe kunci metode kepemimpinan yang teridentifikasi (Vroom & Yetton, 1973):
1. Autocratic : membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang saat ini terdapat pada pemimpin dan seluruh anggota kelompok tanpa terlebih dahulu menginformasikan tujuan dari penyampaian informasi yang mereka berikan.
2. Consultative : pemimpin berkonsultasi terlebih dahulu dengan angota-angotanya (meminta masukan atau pertimbangan) sebelum membuat keputusan.
3. Group : berbagi masalah yang ada dengan kelompok, mengepalai diskusi kelompok, serta menerima dan menerapkan keputusan apapun yang dibuat oleh kelompok.
4. Delegated : pemimpin dan anggota bersama-sama membuat keputusan.

TEORY PATH GOAL
Martin Evans & Robert House ( 1970)

Martin Evans dan Robert House ( 1970-an) mengembangkan teori kepemimpinan Path-goal yang menyatakan bahwa pemimpin yang efektif menjelaskan perilaku-perilaku (path) yang akan membawa pencapaian tujuan.
Empat jenis perilaku pemimpin dalam teori Path-Goal adalah:
Pemimpin langsung membiarkan bawahan mengetahui apa yang diharapkan oleh mereka,memberi petunjuk khusus bagaimana menyelesaikan tugas,jadwal kerja harus dijalankan,dan menjaga standar definitive penampilan kerja bawahan.

Kepemimpinan suportif, bersahabat dan menunjukkan perhatian pada status,kesediaan,dan keinginan bawahan.

Kepemimpianan partisipatif, pemimpin berkonsultasi dengan bawahan dan menerima usulan bawahan sebelum mengambil keputusan.

Kepemimpinan berorientasi pada prestasi, melibatkan harapan agar bawahan menampilkan kerjanya dengan maksimal untuk mencapai tujuan.

Teori Path-Goal mengatakan bahwa perilaku pemimpin yang tepat tergantuk pada beberapa karakteristik pribadi dari bawahan dan karakteristik dari lingkungan.

Karakteristik pribadi yang penting termasuk dalam teori Path-Goal adalah locus of control dan kemampuan penerimaan. Karakteristik lingkungan yang penting dalam teori Path-Goal adalah stuktur tugas,system kewenangan formal,dan kelompok kerja utama.



DAFTAR PUSTAKA

Arum. 2009. Teori Leadership Menurut Fiedler. Retrieved at http://arum05.wordpress.com. 30 Oktober 2009.
Sarwono, Sarlito W. 2005. Psikologi Sosial (Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan). Balai Pustaka, Jakarta.
Lisady. 2009. Teori Path Goal. Retrieved at http://lisadymanajem.blogspot.com.
30 Oktober 2009.

Sabtu, 24 Oktober 2009

teori-teori dalam psikologi manajemen

TEORI RENSIST LIKERT

Likert adalah seorang psikolog sosial dan ahli teori yang pertama-tama mengembangkan cara-cara untuk mengukut variabel manusia dalam organisasi. Dalam dua bukunya yaitu new pattern of managements (pola-pola baru manajemen) dan the human organization (organisasi kemanusiaan) membahas dengan jelas masalah-masalah komunikasi dalam organisasi. Analisanya mengenai gaya manajemen para penyelia dan akibat dari sikap-sikap yang berlainan dari para penyelia itu pada produktivitas karyawan yang dibawahinya. Gaya kepemimpinan dan manajemen sangat bergantung pada aspek-aspek komunikasi dari perilaku organisasional.

Likert berjasa mengembangkan suatu teori terkenal yang disebut teori atau model peniti penyambung (the linking pin model) yang menggambarkan struktur organisasi. Konsep peniti penyambung berkaitan dengan kelompok-kelompok yang tumpang tindih. Setiap penyelia merupakan anggota dari dua kelompok: sebagai pemimpin unit yang lebih rendah dan anggota unit yang lebih tinggi. Penyelia berfungsi sebagai peniti penyambung, mengikat kelompok pekerja satu dengan yang lainnya pada tingkat berikutnya. Struktur peniti penyambung menujukan hubungan antar kelompok laih-alih hubungan antar pribadi. Organisasi dengan struktur peniti penyambung menggalakan orientasi ke ataas daripada orientasi ke bawah; komunikasi, pengaruh pengawasan, dan pencapaian tujuan diserahkan ke atas dalam organisasi. (R. Wayne Pace Don F. Faules, 1998:52) dalam desain yang demikian, dimungkinkan adanya kepimimpinan dan pengambilan keputusan bersama, karena tidak perbedaan tajam antara peranan atasan dengan bawahan. (M.T. Myers, 1987: 74)

Sistem manajemen yang ideal bagi likert adalah sistem yang disebut suatu “sistem interaksi pengaruh”. Cara yang efektif untuk mengintegrasikan sasaran kelompok kerja dan sasaran organisasi dilaksanakan dengan sarasehan masalah antara atasan dan bawahan. Bagi Likert manajemen pada hakekatnya adalah suatu proses relatif. Tidak ada hukum-hukum umum yang dapat diberlakukan pada setiap situasi. Seorang manajer harus menyesuaikan gayanya dengan kelompok yang dipimpinnya. Ada 4 sistem manajemen Likert yaitu:

1. sistem I : organisasi otoriter pemeras (exploitative authoritative organization)

2. sistem II : organisasi otoriter pemurah (benevolent authoritative organization)

3. sistem III : organisasi konsultatif (consultative organization)

4. sistem IV : organisasi parsitipasi (participative organization)

(M.T. Myers, 1987: 74-75)

Untuk gambaran terperinci tentang 4 sistem manajemen likert dapat dilihat berikut ini:

Sistem I ; Organisasi Otoriter Pemeras (exploitative authoritative organization)

- Kepemimpinan : Tak ada kepercayaan. Tak ada perilaku penunjang. Tak bebas membahas
- Motivasi : Menarik pada fisik. Kebutuhan ekonomi dan status. Memusuhi sasaran organisasi. Top manajemen hanya merasa bertanggung jawab untuk tercapainya sasaran.
- Komunikasi : Sedikit kebawah. Tak ada keatas. Dipandang dengan curiga. Tak ada tanggung jawab dirasakan bawahan. Banyak distorsi
- Interaksi dan Pengaruh : Sedikit interaksi. Tidak percaya. Tak ada kerjasama. Bawahan tak berpengaruh kecuali melalui serikat buruh. Atasan berpengaruh jika dapat memakai hukuman
- Pengambilan keputusan : Hanya dipuncak. Informasi tak memadai. Motivasi buruk untuk melaksanakan keputusan. Kerjasama dihambat yang dipakai hanya skill teknis dari puncak
- Penetapan sasaran : Sasaran prestasi tinggi yang diperintahkan oleh puncak; ditolak oleh bawahan.
- Pengawasan : Hanya oleh puncak. Banyak distorsi sistem informasi menentang sasaran sistem formal. Data kontrol dipakai untuk tujuan menghukum
- Sasaran presentasi : Level rata-rata. Sumber daya cukup



Sistem II ; Organisasi Otoriter Pemurah (benevolent authoritative organization)

- Kepemimpinan : Menurunnya kepercayaan. Menurunnya perilaku penunjang. Sedikit bebas membahas
- Motivasi : Menarik pada ekonomi. Kebutuhan status dan prestasi. Sedikit memusuhi sasaran. Organisasi manajemen bertanggung jawab untuk tercapainya sasaran.
- Komunikasi : Sedikit ke bawah. Sedikit keatas. Dipandang dengan hati-hati. Beberapa distorsi. Sistem kotak saran.
- Interaksi dan Pengaruh : Sedikit interaksi. Hati-hati. Sedikit kerja sama. Bawahan sedikit berpengaruh kecuali melalui serikat buruh. Pengaruh dijalankan secara vertikal.
- Pengambilan keputusan : Di puncak. Sebagian diambil dari bawah, tapi dicek di puncak sebelum tindakan. Informasi tak memadai. Sedikit motivasi untuk melaksanakan keputusuan. Kerjasama dihambat skill teknis dari puncak dan menengah.
- Penetapan sasaran : Sasaran prestasi tinggi yang diusahakan oleh puncak; lahiriah diterima oleh bawahan tapi agak ditolak.
- Pengawasan : Umumnya oleh puncak, sebagian oleh tengah. Banyak kekuatan utuk menyimpang. Sistem informasi sebagian menolak sasaran sistem formal. Data kontrol untuk mengawasi dan membimbing.
- Sasaran presentasi : Level tinggi. Sumber daya baik.


Sistem III ; Organisasi Konsultatif (consultative organization)

- Kepemimpinan : Banyak kepercayaan. Sokongan baik. Agak bebas membahas.
- Motivasi : Kebutuhan ekonomis dan hasrat untuk pengalaman baru. Sikap baik terhadap sasaran organisasi. Bawahan merasa bertanggung jawab untuk tercapainya sasaran.
- Komunkasi : Agak banyak ke atas dan ke bawah. Agak akurat. Ke samping cukup sampai baik.
- Interaksi dan Pengaruh : Interaksi sedang. Kepercayaan cukup. Pengaruh sedang dari bawahan. Struktur cukup baik memungkinkan saling berpengaruh dari bagian-bagian organisasi.
- Pengambilan Keputusan : Kebijakan di puncak. Keputusan spesifik lebih rendah. Informasi cukup akurat. Ada motivasi untuk melaksanakan karena kebanyakan terlibat kerjasama. Sebagian skill teknis di semua level.
- Penetapan Sasaran : Sasaran ditetapkan sesudah dibahas dan bawahan; adakalanya penolakan oleh bawahan.
- Pengawasan : Sebagian oleh puncak dan menengah, beberapa distorsi. Pelimpahan, peninjauan dan pengawasan sedang sistem informasi kadang-kadang menyokong, kadang-kadang menolak sasaran sistem formal. Data kontrol dipakai untuk mengawaasi tetapi penekanan pada imbalan, bimbingan dan swadaya.
- Sasaran Presentasi : Level sangat tinggi. Sumber daya baik sekali.

Sistem IV ; Organisasi Parsitipasi (participative organization)

- Kepemimpinan : Kepercayaan penuh. Sokongan penuh. Bebas membahas
- Motivasi : Semua kebutuhan partisipasi dan keterlibatan dalam menetapkan sasaran. Semua merasa bertanggung jawab tercapainya sasaran.
- Komunikasi : Banyak sekali semua arah. Akurat dan dipercaya. Antar pribadi akurat. Persepsi akrab.
- Interaksi dan Pengaruh : Interaksi luas. Berssahabat. Percaya. Kerjasama baik. Pengaruh bawahan luas. Struktur sangat efektif, memungkinkan saling berpengaruh.
- Pengambilan Keputusan : Luas. Dilaksanakan. Informasi lengkap dan akurat. Motivasi kuat untuk melaksanakan. Kerja sama didorong skill teknis di semua level.
- Penetapan Sasaran : Sasaran ditetapkan melalui partisipasi kelompok. Diterima sepenuhnya.
- Pengawasan : Seluruhnya informasi akurat. Peninjauan di semua level. Data kontrol dipakai untuk swadaya dan koordinasi.
- Sasaran Presentasi : Level paling tinggi sumber daya.



















TEORI X & Y MENURUT MC GREGOR

Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia secara jelas dan tegas dapat dibedakan atas manusia penganut teori X dan Y dimana teori X memandang manusia malas tidak suka bekerja menghindarkan tanggung jawab suku dibimbing diperintah dan diawasi serta mementingkan diri sendiri sehingga untuk memotivasi karyawan harus dilaukan dengan cara pengawasan ketat, dipaksa, dan diarahkan supaya mereka mau bekerja sungguh sungguh

Sedangkan teori Y memandang bahwa manusia atau Karyawan itu Rajin, suka bekerja memikul tanggung jawab berprestasi, kreatif dan inovatif menurut teori Y ini untuk memotivasi karyawan hendaknya dilakukan dengan cara peningkatan partisipasi karyawan,kerja sama, dan keterikatan pada keputusan.


















DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Teori Sistem 4 Menurut Rensist Likert. Retrieved at http://icomunikita.blogspot.com. 19 Oktober 2009.
Hasibuan. 2009. Teori X dan Y menurut Mc Gregor. Retrieved at http:// ramkun.blogspot.com.
/2008/05/douglass-Mc-Gregor-dengan-teori-X-dan-Y.html. 19 Oktober 2009.

TEORI-TEORI KEKUASAAN

TEORI – TEORI KEKUASAAN

I. PENGERTIAN KEKUASAAN
Kekuasaan adalah perilaku seorang individu ketika ia mengarahkan aktivitas sebuah kelompok menuju suatu tujuan bersama.

II. TEORI KEKUASAAN MENURUT FRENCH & RAVEN
Adapun sumber kekuasaan menurut French & Raven ada 5 kategori yaitu;
1). Kekuasaan Paksaan (Coercive Power)
=> Kekuasaan imbalan seringkali dilawankan dengan kekuasaan paksaan, yaitu kekuasaan untuk menghukum. Hukuman adalah segala konsekuensi tindakan yang dirasakan tidak menyenangkan bagi orang yang menerimanya. Pemberian hukuman kepada seseorang dimaksudkan juga untuk memodifikasi perilaku, menghukum perilaku yang tidak baik/merugikan organisasi dengan maksud agar berubah menjadi perilaku yang bermanfaat. Para manajer menggunakan kekuasaan jenis ini agar para pengikutnya patuh pada perintah karena takut pada konsekuensi tidak menyenangkan yang mungkin akan diterimanya. Jenis hukuman dapat berupa pembatalan pemberikan konsekwensi tindakan yang menyenangkan; misalnya pembatalan promosi, pembatalan bonus; maupun pelaksanaan hukuman seperti skors, PHK, potong gaji, teguran di muka umum, dan sebagainya. Meskipun hukuman mungkin mengakibatkan dampak sampingan yang tidak diharapkan, misalnya perasaan dendam, tetapi hukuman adalah bentuk kekuasaan paksaan yang masih digunakan untuk memperoleh kepatuhan atau memperbaiki prestasi yang tidak produktif dalam organisasi.

2). Kekuasaan Imbalan (Insentif Power)
=> kemampuan seseorang untuk memberikan imbalan kepada orang lain (pengikutnya) karena kepatuhan mereka. Kekuasaan imbalan digunakan untuk mendukung kekuasaan legitimasi. Jika seseorang memandang bahwa imbalan, baik imbalan ekstrinsik maupun imbalan intrinsik, yang ditawarkan seseorang atau organisasi yang mungkin sekali akan diterimanya, mereka akan tanggap terhadap perintah. Penggunaan kekuasaan imbalan ini amat erat sekali kaitannya dengan teknik memodifikasi perilaku dengan menggunakan imbalan sebagai faktor pengaruh.

3). Kekuasaan Sah (Legitimate Power)
=> kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain karena posisinya. Seorang yang tingkatannya lebih tinggi memiliki kekuasaan atas pihak yang berkedudukan lebih rendah. Dalam teori, orang yang mempunyai kedudukan sederajat dalam organisasi, misalnya sesama manajer, mempunyai kekuasaan legitimasi yang sederajat pula. Kesuksesan penggunaan kekuasaan legitimasi ini sangat dipengaruhi oleh bakat seseorang mengembangkan seni aplikasi kekuasaan tersebut. Kekuasaan legitimasi sangat serupa dengan wewenang. Selain seni pemegang kekuasaan, para bawahan memainkan peranan penting dalam pelaksanaan penggunaan legitimasi. Jika bawahan memandang penggunaan kekuasaan tersebut sah, artinya sesuai dengan hak-hak yang melekat, mereka akan patuh. Tetapi jika dipandang penggunaan kekuasaan tersebut tldak sah, mereka mungkin sekali akan membangkang. Batas-batas kekuasaan ini akan sangat tergantung pada budaya, kebiasaan dan sistem nilai yang berlaku dalam organisasi yang bersangkutan.

4). Kekuasaan Pakar (Expert Power)
=> Seseorang mempunyai kekuasaan ahli jika ia memiliki keahlian khusus yang dinilai tinggi. Seseorang yang memiliki keahlian teknis, administratif, atau keahlian yang lain dinilai mempunyai kekuasaan, walaupun kedudukan mereka rendah. Semakin sulit mencari pengganti orang yang bersangkutan, semakin besar kekuasaan yang dimiliki. Kekuasaan ini adalah suatu karakteristik pribadi, sedangkan kekuasaan legitimasi, imbalan, dan paksaan sebagian besar ditentukan oleh organisasi, karena posisi yang didudukinya.
Contohnya ; Pasien – pasien dirumah sakit menganggap dokter sebagai pemimpin atau panutan karena dokterlah uang dianggap paling ahli untuk menyembuhkan penyakit


5). Kekuasaan Rujukan (Referent Power)
=> Banyak individu yang menyatukan diri dengan atau dipengaruhi oleh seseorang karena gaya kepribadian atau perilaku orang yang bersangkutan. Karisma orang yang bersangkutan adalah basis kekuasaan panutan. Seseorang yang berkarisma ; misalnya seorang manajer ahli, penyanyi, politikus, olahragawan; dikagumi karena karakteristiknya. Pemimpin karismatik bukan hanya percaya pada keyakinan – keyakinannya sendiri (factor atribusi), melainkan juga merasa bahwa ia mempunyai tujuan-tujuan luhur abadi yang supernatural (lebih jauh dari alam nyata). Para pengikutnya, di sisi lain, tidak hanya percaya dan menghargai sang pemimpin, tetapi juga mengidolakan dan memujanya sebagai manusia atau pahlawan yang berkekuatan gaib atau tokoh spiritual (factor konsekuensi). Jadi, pemimpin kharismatik berfungsi sebagai katalisator dari psikodinamika yang terjadi dalam diri para pengikutnya seperti dalam proses proyeksi, represi, dan regresi yang pada gilirannya semakin dikuatkan dalam proses kebersamaan dalam kelompok. Dalam masa puncaknya, Bung Karno misalnya; diberi gelar paduka yang mulia, Panglima Besar ABRI, Presiden seumur hidup, petani agung, pramuka agung, dan berbagai gelar yang lainnya.

KATEGORI KEKUASAAN MENURUT FRENCH & RAVEN (1959)
• Kekuasaan Imbalan => target taat agar ia mendapat ganjaran / imbalan yang diyakini dikuasai atau dikendalikan oleh agent.
• Kekuasaan Paksaan => target taat agar ia terhindar dari hukuman yang diyakini dan diatur oleh agent.
• Kekuasaan Sah => target taat karena ia yakin bahwa agent mempunyai hak untuk membuat ketentuan atau peraturan dan bahwa target mempunyai kewajiban untuk taat.
• Kekuasaan Pakar => target taat karena ia yakin atau percaya bahwa agent mempunyai pengetahuan khusus tentang cara yang terbaik untuk melakukan sesuatu.
• Kekuasaan Rujukan => target taat karena ia memuja agent atau mengidentifikasi dirinya dengan agent dan mengharapkan persetujuan agent.
DAFTAR PUSTAKA

Sarwono, Sarlito W. 2005. Psikologi Sosial (Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan). Balai Pustaka, Jakarta.

TEORI-TEORI KEKUASAAN

TEORI – TEORI KEKUASAAN

I. PENGERTIAN KEKUASAAN
Kekuasaan adalah perilaku seorang individu ketika ia mengarahkan aktivitas sebuah kelompok menuju suatu tujuan bersama.

II. TEORI KEKUASAAN MENURUT FRENCH & RAVEN
Adapun sumber kekuasaan menurut French & Raven ada 5 kategori yaitu;
1). Kekuasaan Paksaan (Coercive Power)
=> Kekuasaan imbalan seringkali dilawankan dengan kekuasaan paksaan, yaitu kekuasaan untuk menghukum. Hukuman adalah segala konsekuensi tindakan yang dirasakan tidak menyenangkan bagi orang yang menerimanya. Pemberian hukuman kepada seseorang dimaksudkan juga untuk memodifikasi perilaku, menghukum perilaku yang tidak baik/merugikan organisasi dengan maksud agar berubah menjadi perilaku yang bermanfaat. Para manajer menggunakan kekuasaan jenis ini agar para pengikutnya patuh pada perintah karena takut pada konsekuensi tidak menyenangkan yang mungkin akan diterimanya. Jenis hukuman dapat berupa pembatalan pemberikan konsekwensi tindakan yang menyenangkan; misalnya pembatalan promosi, pembatalan bonus; maupun pelaksanaan hukuman seperti skors, PHK, potong gaji, teguran di muka umum, dan sebagainya. Meskipun hukuman mungkin mengakibatkan dampak sampingan yang tidak diharapkan, misalnya perasaan dendam, tetapi hukuman adalah bentuk kekuasaan paksaan yang masih digunakan untuk memperoleh kepatuhan atau memperbaiki prestasi yang tidak produktif dalam organisasi.

2). Kekuasaan Imbalan (Insentif Power)
=> kemampuan seseorang untuk memberikan imbalan kepada orang lain (pengikutnya) karena kepatuhan mereka. Kekuasaan imbalan digunakan untuk mendukung kekuasaan legitimasi. Jika seseorang memandang bahwa imbalan, baik imbalan ekstrinsik maupun imbalan intrinsik, yang ditawarkan seseorang atau organisasi yang mungkin sekali akan diterimanya, mereka akan tanggap terhadap perintah. Penggunaan kekuasaan imbalan ini amat erat sekali kaitannya dengan teknik memodifikasi perilaku dengan menggunakan imbalan sebagai faktor pengaruh.

3). Kekuasaan Sah (Legitimate Power)
=> kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain karena posisinya. Seorang yang tingkatannya lebih tinggi memiliki kekuasaan atas pihak yang berkedudukan lebih rendah. Dalam teori, orang yang mempunyai kedudukan sederajat dalam organisasi, misalnya sesama manajer, mempunyai kekuasaan legitimasi yang sederajat pula. Kesuksesan penggunaan kekuasaan legitimasi ini sangat dipengaruhi oleh bakat seseorang mengembangkan seni aplikasi kekuasaan tersebut. Kekuasaan legitimasi sangat serupa dengan wewenang. Selain seni pemegang kekuasaan, para bawahan memainkan peranan penting dalam pelaksanaan penggunaan legitimasi. Jika bawahan memandang penggunaan kekuasaan tersebut sah, artinya sesuai dengan hak-hak yang melekat, mereka akan patuh. Tetapi jika dipandang penggunaan kekuasaan tersebut tldak sah, mereka mungkin sekali akan membangkang. Batas-batas kekuasaan ini akan sangat tergantung pada budaya, kebiasaan dan sistem nilai yang berlaku dalam organisasi yang bersangkutan.

4). Kekuasaan Pakar (Expert Power)
=> Seseorang mempunyai kekuasaan ahli jika ia memiliki keahlian khusus yang dinilai tinggi. Seseorang yang memiliki keahlian teknis, administratif, atau keahlian yang lain dinilai mempunyai kekuasaan, walaupun kedudukan mereka rendah. Semakin sulit mencari pengganti orang yang bersangkutan, semakin besar kekuasaan yang dimiliki. Kekuasaan ini adalah suatu karakteristik pribadi, sedangkan kekuasaan legitimasi, imbalan, dan paksaan sebagian besar ditentukan oleh organisasi, karena posisi yang didudukinya.
Contohnya ; Pasien – pasien dirumah sakit menganggap dokter sebagai pemimpin atau panutan karena dokterlah uang dianggap paling ahli untuk menyembuhkan penyakit


5). Kekuasaan Rujukan (Referent Power)
=> Banyak individu yang menyatukan diri dengan atau dipengaruhi oleh seseorang karena gaya kepribadian atau perilaku orang yang bersangkutan. Karisma orang yang bersangkutan adalah basis kekuasaan panutan. Seseorang yang berkarisma ; misalnya seorang manajer ahli, penyanyi, politikus, olahragawan; dikagumi karena karakteristiknya. Pemimpin karismatik bukan hanya percaya pada keyakinan – keyakinannya sendiri (factor atribusi), melainkan juga merasa bahwa ia mempunyai tujuan-tujuan luhur abadi yang supernatural (lebih jauh dari alam nyata). Para pengikutnya, di sisi lain, tidak hanya percaya dan menghargai sang pemimpin, tetapi juga mengidolakan dan memujanya sebagai manusia atau pahlawan yang berkekuatan gaib atau tokoh spiritual (factor konsekuensi). Jadi, pemimpin kharismatik berfungsi sebagai katalisator dari psikodinamika yang terjadi dalam diri para pengikutnya seperti dalam proses proyeksi, represi, dan regresi yang pada gilirannya semakin dikuatkan dalam proses kebersamaan dalam kelompok. Dalam masa puncaknya, Bung Karno misalnya; diberi gelar paduka yang mulia, Panglima Besar ABRI, Presiden seumur hidup, petani agung, pramuka agung, dan berbagai gelar yang lainnya.

KATEGORI KEKUASAAN MENURUT FRENCH & RAVEN (1959)
• Kekuasaan Imbalan => target taat agar ia mendapat ganjaran / imbalan yang diyakini dikuasai atau dikendalikan oleh agent.
• Kekuasaan Paksaan => target taat agar ia terhindar dari hukuman yang diyakini dan diatur oleh agent.
• Kekuasaan Sah => target taat karena ia yakin bahwa agent mempunyai hak untuk membuat ketentuan atau peraturan dan bahwa target mempunyai kewajiban untuk taat.
• Kekuasaan Pakar => target taat karena ia yakin atau percaya bahwa agent mempunyai pengetahuan khusus tentang cara yang terbaik untuk melakukan sesuatu.
• Kekuasaan Rujukan => target taat karena ia memuja agent atau mengidentifikasi dirinya dengan agent dan mengharapkan persetujuan agent.
DAFTAR PUSTAKA

Sarwono, Sarlito W. 2005. Psikologi Sosial (Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan). Balai Pustaka, Jakarta.

TEORI-TEORI KEKUASAAN

TEORI – TEORI KEKUASAAN

I. PENGERTIAN KEKUASAAN
Kekuasaan adalah perilaku seorang individu ketika ia mengarahkan aktivitas sebuah kelompok menuju suatu tujuan bersama.

II. TEORI KEKUASAAN MENURUT FRENCH & RAVEN
Adapun sumber kekuasaan menurut French & Raven ada 5 kategori yaitu;
1). Kekuasaan Paksaan (Coercive Power)
=> Kekuasaan imbalan seringkali dilawankan dengan kekuasaan paksaan, yaitu kekuasaan untuk menghukum. Hukuman adalah segala konsekuensi tindakan yang dirasakan tidak menyenangkan bagi orang yang menerimanya. Pemberian hukuman kepada seseorang dimaksudkan juga untuk memodifikasi perilaku, menghukum perilaku yang tidak baik/merugikan organisasi dengan maksud agar berubah menjadi perilaku yang bermanfaat. Para manajer menggunakan kekuasaan jenis ini agar para pengikutnya patuh pada perintah karena takut pada konsekuensi tidak menyenangkan yang mungkin akan diterimanya. Jenis hukuman dapat berupa pembatalan pemberikan konsekwensi tindakan yang menyenangkan; misalnya pembatalan promosi, pembatalan bonus; maupun pelaksanaan hukuman seperti skors, PHK, potong gaji, teguran di muka umum, dan sebagainya. Meskipun hukuman mungkin mengakibatkan dampak sampingan yang tidak diharapkan, misalnya perasaan dendam, tetapi hukuman adalah bentuk kekuasaan paksaan yang masih digunakan untuk memperoleh kepatuhan atau memperbaiki prestasi yang tidak produktif dalam organisasi.

2). Kekuasaan Imbalan (Insentif Power)
=> kemampuan seseorang untuk memberikan imbalan kepada orang lain (pengikutnya) karena kepatuhan mereka. Kekuasaan imbalan digunakan untuk mendukung kekuasaan legitimasi. Jika seseorang memandang bahwa imbalan, baik imbalan ekstrinsik maupun imbalan intrinsik, yang ditawarkan seseorang atau organisasi yang mungkin sekali akan diterimanya, mereka akan tanggap terhadap perintah. Penggunaan kekuasaan imbalan ini amat erat sekali kaitannya dengan teknik memodifikasi perilaku dengan menggunakan imbalan sebagai faktor pengaruh.

3). Kekuasaan Sah (Legitimate Power)
=> kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain karena posisinya. Seorang yang tingkatannya lebih tinggi memiliki kekuasaan atas pihak yang berkedudukan lebih rendah. Dalam teori, orang yang mempunyai kedudukan sederajat dalam organisasi, misalnya sesama manajer, mempunyai kekuasaan legitimasi yang sederajat pula. Kesuksesan penggunaan kekuasaan legitimasi ini sangat dipengaruhi oleh bakat seseorang mengembangkan seni aplikasi kekuasaan tersebut. Kekuasaan legitimasi sangat serupa dengan wewenang. Selain seni pemegang kekuasaan, para bawahan memainkan peranan penting dalam pelaksanaan penggunaan legitimasi. Jika bawahan memandang penggunaan kekuasaan tersebut sah, artinya sesuai dengan hak-hak yang melekat, mereka akan patuh. Tetapi jika dipandang penggunaan kekuasaan tersebut tldak sah, mereka mungkin sekali akan membangkang. Batas-batas kekuasaan ini akan sangat tergantung pada budaya, kebiasaan dan sistem nilai yang berlaku dalam organisasi yang bersangkutan.

4). Kekuasaan Pakar (Expert Power)
=> Seseorang mempunyai kekuasaan ahli jika ia memiliki keahlian khusus yang dinilai tinggi. Seseorang yang memiliki keahlian teknis, administratif, atau keahlian yang lain dinilai mempunyai kekuasaan, walaupun kedudukan mereka rendah. Semakin sulit mencari pengganti orang yang bersangkutan, semakin besar kekuasaan yang dimiliki. Kekuasaan ini adalah suatu karakteristik pribadi, sedangkan kekuasaan legitimasi, imbalan, dan paksaan sebagian besar ditentukan oleh organisasi, karena posisi yang didudukinya.
Contohnya ; Pasien – pasien dirumah sakit menganggap dokter sebagai pemimpin atau panutan karena dokterlah uang dianggap paling ahli untuk menyembuhkan penyakit


5). Kekuasaan Rujukan (Referent Power)
=> Banyak individu yang menyatukan diri dengan atau dipengaruhi oleh seseorang karena gaya kepribadian atau perilaku orang yang bersangkutan. Karisma orang yang bersangkutan adalah basis kekuasaan panutan. Seseorang yang berkarisma ; misalnya seorang manajer ahli, penyanyi, politikus, olahragawan; dikagumi karena karakteristiknya. Pemimpin karismatik bukan hanya percaya pada keyakinan – keyakinannya sendiri (factor atribusi), melainkan juga merasa bahwa ia mempunyai tujuan-tujuan luhur abadi yang supernatural (lebih jauh dari alam nyata). Para pengikutnya, di sisi lain, tidak hanya percaya dan menghargai sang pemimpin, tetapi juga mengidolakan dan memujanya sebagai manusia atau pahlawan yang berkekuatan gaib atau tokoh spiritual (factor konsekuensi). Jadi, pemimpin kharismatik berfungsi sebagai katalisator dari psikodinamika yang terjadi dalam diri para pengikutnya seperti dalam proses proyeksi, represi, dan regresi yang pada gilirannya semakin dikuatkan dalam proses kebersamaan dalam kelompok. Dalam masa puncaknya, Bung Karno misalnya; diberi gelar paduka yang mulia, Panglima Besar ABRI, Presiden seumur hidup, petani agung, pramuka agung, dan berbagai gelar yang lainnya.

KATEGORI KEKUASAAN MENURUT FRENCH & RAVEN (1959)
• Kekuasaan Imbalan => target taat agar ia mendapat ganjaran / imbalan yang diyakini dikuasai atau dikendalikan oleh agent.
• Kekuasaan Paksaan => target taat agar ia terhindar dari hukuman yang diyakini dan diatur oleh agent.
• Kekuasaan Sah => target taat karena ia yakin bahwa agent mempunyai hak untuk membuat ketentuan atau peraturan dan bahwa target mempunyai kewajiban untuk taat.
• Kekuasaan Pakar => target taat karena ia yakin atau percaya bahwa agent mempunyai pengetahuan khusus tentang cara yang terbaik untuk melakukan sesuatu.
• Kekuasaan Rujukan => target taat karena ia memuja agent atau mengidentifikasi dirinya dengan agent dan mengharapkan persetujuan agent.
DAFTAR PUSTAKA

Sarwono, Sarlito W. 2005. Psikologi Sosial (Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan). Balai Pustaka, Jakarta.

teori-teori dalam psikologi manajemen

TEORI RENSIST LIKERT
Likert adalah seorang psikolog sosial dan ahli teori yang pertama-tama mengembangkan cara-cara untuk mengukut variabel manusia dalam organisasi. Dalam dua bukunya yaitu new pattern of managements (pola-pola baru manajemen) dan the human organization (organisasi kemanusiaan) membahas dengan jelas masalah-masalah komunikasi dalam organisasi. Analisanya mengenai gaya manajemen para penyelia dan akibat dari sikap-sikap yang berlainan dari para penyelia itu pada produktivitas karyawan yang dibawahinya. Gaya kepemimpinan dan manajemen sangat bergantung pada aspek-aspek komunikasi dari perilaku organisasional.

Likert berjasa mengembangkan suatu teori terkenal yang disebut teori atau model peniti penyambung (the linking pin model) yang menggambarkan struktur organisasi. Konsep peniti penyambung berkaitan dengan kelompok-kelompok yang tumpang tindih. Setiap penyelia merupakan anggota dari dua kelompok: sebagai pemimpin unit yang lebih rendah dan anggota unit yang lebih tinggi. Penyelia berfungsi sebagai peniti penyambung, mengikat kelompok pekerja satu dengan yang lainnya pada tingkat berikutnya. Struktur peniti penyambung menujukan hubungan antar kelompok laih-alih hubungan antar pribadi. Organisasi dengan struktur peniti penyambung menggalakan orientasi ke ataas daripada orientasi ke bawah; komunikasi, pengaruh pengawasan, dan pencapaian tujuan diserahkan ke atas dalam organisasi. (R. Wayne Pace Don F. Faules, 1998:52) dalam desain yang demikian, dimungkinkan adanya kepimimpinan dan pengambilan keputusan bersama, karena tidak perbedaan tajam antara peranan atasan dengan bawahan. (M.T. Myers, 1987: 74)

Sistem manajemen yang ideal bagi likert adalah sistem yang disebut suatu “sistem interaksi pengaruh”. Cara yang efektif untuk mengintegrasikan sasaran kelompok kerja dan sasaran organisasi dilaksanakan dengan sarasehan masalah antara atasan dan bawahan. Bagi Likert manajemen pada hakekatnya adalah suatu proses relatif. Tidak ada hukum-hukum umum yang dapat diberlakukan pada setiap situasi. Seorang manajer harus menyesuaikan gayanya dengan kelompok yang dipimpinnya. Ada 4 sistem manajemen Likert yaitu:

1. sistem I : organisasi otoriter pemeras (exploitative authoritative organization)

2. sistem II : organisasi otoriter pemurah (benevolent authoritative organization)

3. sistem III : organisasi konsultatif (consultative organization)

4. sistem IV : organisasi parsitipasi (participative organization)

(M.T. Myers, 1987: 74-75)

Untuk gambaran terperinci tentang 4 sistem manajemen likert dapat dilihat berikut ini:

Sistem I ; Organisasi Otoriter Pemeras (exploitative authoritative organization)

- Kepemimpinan : Tak ada kepercayaan. Tak ada perilaku penunjang. Tak bebas membahas
- Motivasi : Menarik pada fisik. Kebutuhan ekonomi dan status. Memusuhi sasaran organisasi. Top manajemen hanya merasa bertanggung jawab untuk tercapainya sasaran.
- Komunikasi : Sedikit kebawah. Tak ada keatas. Dipandang dengan curiga. Tak ada tanggung jawab dirasakan bawahan. Banyak distorsi
- Interaksi dan Pengaruh : Sedikit interaksi. Tidak percaya. Tak ada kerjasama. Bawahan tak berpengaruh kecuali melalui serikat buruh. Atasan berpengaruh jika dapat memakai hukuman
- Pengambilan keputusan : Hanya dipuncak. Informasi tak memadai. Motivasi buruk untuk melaksanakan keputusan. Kerjasama dihambat yang dipakai hanya skill teknis dari puncak
- Penetapan sasaran : Sasaran prestasi tinggi yang diperintahkan oleh puncak; ditolak oleh bawahan.
- Pengawasan : Hanya oleh puncak. Banyak distorsi sistem informasi menentang sasaran sistem formal. Data kontrol dipakai untuk tujuan menghukum
- Sasaran presentasi : Level rata-rata. Sumber daya cukup



Sistem II ; Organisasi Otoriter Pemurah (benevolent authoritative organization)

- Kepemimpinan : Menurunnya kepercayaan. Menurunnya perilaku penunjang. Sedikit bebas membahas
- Motivasi : Menarik pada ekonomi. Kebutuhan status dan prestasi. Sedikit memusuhi sasaran. Organisasi manajemen bertanggung jawab untuk tercapainya sasaran.
- Komunikasi : Sedikit ke bawah. Sedikit keatas. Dipandang dengan hati-hati. Beberapa distorsi. Sistem kotak saran.
- Interaksi dan Pengaruh : Sedikit interaksi. Hati-hati. Sedikit kerja sama. Bawahan sedikit berpengaruh kecuali melalui serikat buruh. Pengaruh dijalankan secara vertikal.
- Pengambilan keputusan : Di puncak. Sebagian diambil dari bawah, tapi dicek di puncak sebelum tindakan. Informasi tak memadai. Sedikit motivasi untuk melaksanakan keputusuan. Kerjasama dihambat skill teknis dari puncak dan menengah.
- Penetapan sasaran : Sasaran prestasi tinggi yang diusahakan oleh puncak; lahiriah diterima oleh bawahan tapi agak ditolak.
- Pengawasan : Umumnya oleh puncak, sebagian oleh tengah. Banyak kekuatan utuk menyimpang. Sistem informasi sebagian menolak sasaran sistem formal. Data kontrol untuk mengawasi dan membimbing.
- Sasaran presentasi : Level tinggi. Sumber daya baik.


Sistem III ; Organisasi Konsultatif (consultative organization)

- Kepemimpinan : Banyak kepercayaan. Sokongan baik. Agak bebas membahas.
- Motivasi : Kebutuhan ekonomis dan hasrat untuk pengalaman baru. Sikap baik terhadap sasaran organisasi. Bawahan merasa bertanggung jawab untuk tercapainya sasaran.
- Komunkasi : Agak banyak ke atas dan ke bawah. Agak akurat. Ke samping cukup sampai baik.
- Interaksi dan Pengaruh : Interaksi sedang. Kepercayaan cukup. Pengaruh sedang dari bawahan. Struktur cukup baik memungkinkan saling berpengaruh dari bagian-bagian organisasi.
- Pengambilan Keputusan : Kebijakan di puncak. Keputusan spesifik lebih rendah. Informasi cukup akurat. Ada motivasi untuk melaksanakan karena kebanyakan terlibat kerjasama. Sebagian skill teknis di semua level.
- Penetapan Sasaran : Sasaran ditetapkan sesudah dibahas dan bawahan; adakalanya penolakan oleh bawahan.
- Pengawasan : Sebagian oleh puncak dan menengah, beberapa distorsi. Pelimpahan, peninjauan dan pengawasan sedang sistem informasi kadang-kadang menyokong, kadang-kadang menolak sasaran sistem formal. Data kontrol dipakai untuk mengawaasi tetapi penekanan pada imbalan, bimbingan dan swadaya.
- Sasaran Presentasi : Level sangat tinggi. Sumber daya baik sekali.

Sistem IV ; Organisasi Parsitipasi (participative organization)

- Kepemimpinan : Kepercayaan penuh. Sokongan penuh. Bebas membahas
- Motivasi : Semua kebutuhan partisipasi dan keterlibatan dalam menetapkan sasaran. Semua merasa bertanggung jawab tercapainya sasaran.
- Komunikasi : Banyak sekali semua arah. Akurat dan dipercaya. Antar pribadi akurat. Persepsi akrab.
- Interaksi dan Pengaruh : Interaksi luas. Berssahabat. Percaya. Kerjasama baik. Pengaruh bawahan luas. Struktur sangat efektif, memungkinkan saling berpengaruh.
- Pengambilan Keputusan : Luas. Dilaksanakan. Informasi lengkap dan akurat. Motivasi kuat untuk melaksanakan. Kerja sama didorong skill teknis di semua level.
- Penetapan Sasaran : Sasaran ditetapkan melalui partisipasi kelompok. Diterima sepenuhnya.
- Pengawasan : Seluruhnya informasi akurat. Peninjauan di semua level. Data kontrol dipakai untuk swadaya dan koordinasi.
- Sasaran Presentasi : Level paling tinggi sumber daya.



















TEORI X & Y MENURUT MC GREGOR

Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia secara jelas dan tegas dapat dibedakan atas manusia penganut teori X dan Y dimana teori X memandang manusia malas tidak suka bekerja menghindarkan tanggung jawab suku dibimbing diperintah dan diawasi serta mementingkan diri sendiri sehingga untuk memotivasi karyawan harus dilaukan dengan cara pengawasan ketat, dipaksa, dan diarahkan supaya mereka mau bekerja sungguh sungguh

Sedangkan teori Y memandang bahwa manusia atau Karyawan itu Rajin, suka bekerja memikul tanggung jawab berprestasi, kreatif dan inovatif menurut teori Y ini untuk memotivasi karyawan hendaknya dilakukan dengan cara peningkatan partisipasi karyawan,kerja sama, dan keterikatan pada keputusan.


















DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Teori Sistem 4 Menurut Rensist Likert. Retrieved at http://icomunikita.blogspot.com. 19 Oktober 2009.
Hasibuan. 2009. Teori X dan Y menurut Mc Gregor. Retrieved at http:// ramkun.blogspot.com.
/2008/05/douglass-Mc-Gregor-dengan-teori-X-dan-Y.html. 19 Oktober 2009.

Jumat, 09 Oktober 2009

Penerapan Bentuk-Bentuk Peranan Kekuasaan

"MEMPENGARUHI PERILAKU BERDASARKAN WEWENANG KEKUASAAN"
Para pimpinan di dalam organisasi industri secara alami hampir selalu mempergunakan wewenang apabila suatu msalah perubahan timbul pada bawahan.
Wewenang adalah suatu kekuasaan ekstra yang potensial, yang diberikan oleh pihak ketiga (yaitu organisasi) kepada bebarapa anggotanya dengan maksud untuk menjamin suatu pembagian kekuasaan yang tidak sama dengan kata lain agar memberikan kepastian bahwa beberapa orang adalah sebagai kepala dan yang lain sebagai bawahan.
Menurut kasus yang pernah saya alami di salah satu perusahaan retail di Indonesia, pada saat itu setiap minggunya saya diwajibkan menyerahkan weekly report , tadinya saya masih santai-santai dalam mengerjakan weekly report tetapi begitu atasan saya (supervisor) hadir untuk mengawasi kinerja karyawan, hampir seluruh karyawan meningkatkan kinerjanya karena ada atasan yang mengawasi. Disitulah terjadi perubahan perilaku karyawan yang disebabkan karena adanya wewenang dan kekuasaan dari atasan (supervisor). Jadi, dalam suatu industri, menurut hirarki perusahaan, seorang pemimpin dapat menggunakan kekuasaan dan wewenang mengubah suatu perilaku karyawan. Kekuasaan yang diperoleh seseorang menurut jabatannya dan dipergunakan untuk tujuan diri sendiri atau kelompoknya hanya selama kekuasaan itu berlaku.
Dalam kasus di atas taktik yang dipergunakan oleh pemimpin dalam merubah perilaku kinerja karyawan, biasanya sangat tergantung dari pengurangan terhadap sarana pemuasan kebutuhan disertai dengan suatu tuntutan perubahan perilaku.