Minggu, 01 November 2009

Teori-teori Leadership

TEORI LEADERSHIP
Fiedler (1964, 1967)

Efektivitas kepemimpinan tergantung pada persepsi pemimpin terhadap anggota kelompoknya. Persepsi pemimpin terhadap anggotanya diukur berdasarkan pada pandangannya terhadap anggotany yang paling lemah, peling rendah prestasinya atau paling tidak disukai (LPC/Least Prefered Co-Worker). Kalau LPC dinilai tinggi, pemimpin lebih tenang dalam bekerja, lebih demokratis, dan lebih mampu membagi tanggung jawab kepada anggotanya. Akan tetapi, jika LPC rendah, pemimpin cenderung bersikap keras, mau mengatur, dan otokratik. Walaupun demikian, tidak berarti bahwa LPC rendah (otokratik) karena tergantung juga pada situasinya.
Ada situasi yang mendukung (favourable) hasil kerja kelompok karena hubungan afektif (emosi) dengan anggota baik, struktur tugas jelas, dan posisi kekuasaan pemimpin cukup baik. Akan tetapi, ada juga situasi yang tidak mendukung (unfavorable) karena hubungan atasan-bawahan kurang baik, struktur tugas tidak jelas, dan posisi kekuasaan pemimpin lemah. Tipe kepemimpinan demokratis ternyata hanya baik untuk situasi yang sedang (antara favorable dan unfavorable), sedangkan untuk situasi yang ekstrem (sangat favorable atau sangat unfavorable tipe kepemimpinan otokratik ternyata lebih baik). Fiedler mendefinisikan efektivitas pemimpin dalam hal performa grup dalam mencapai tujuannya. Fiddler membagi tipe pemimpin menjadi 2:
(1). Berorientasi pada tugas
(2). Berorientasi pada maintenance
Dari observasi ini ditemukan fakta bahwa tidak ada korelasi konsisten antara efektifitas grup dan perilaku kepemimpinan.
Pemimpin yang berorientasi pada tugas akan efektif pada 2 set kondisi :
(1). Pada set yang pertama, pemimpin ini sangat memiliki hubungan yang baik dengan anggotanya, tugas yang didelegasikan pada anggota sangat terstruktur dengan baik, dan memiliki posisi yang tinggi dengan otoritas yang tinggi juga. Pada keadaan ini, grup sangat termotivasi melakukan tugasnya dan bersedia melakukan tugas yang diberikan dengan sebaik-baiknya.
(2). Pada set yang kedua, pemimpin ini tidak memiliki hubungan yang baik dengan anggotanya, tugas yang diberikan tidak jelas, dan memiliki posisi dan otoritas yang rendah. Dalam kondisi semacam ini, pemimpin mempunyai kemungkinan untuk mengambil alih tanggung jawab dalam mengambil keputusan, dan mengarahkan anggotanya.
Hasil dari riset ini adalah fungsi distribusi pada teori kepemimpinan yang perlu dimodifikasi sebagai pengaruh kondisi situasional pada gaya kepemimpinan suatu grup.
Teori kontingensi menganggap bahwa kepemimpinan adalah suatu proses di mana kemampuan seorang pemimpin untuk melakukan pengaruhnya tergantung dengan situasi tugas kelompok (group task situation) dan tingkat-tingkat daripada gaya kepemimpinannya, kepribadiannya dan pendekatannya yang sesuai dengan kelompoknya. Dengan perkataan lain, menurut Fiedler, seorang menjadi pemimpin bukan karena sifat-sifat daripada kepribadiannya, tetapi karena berbagai faktor situasi dan adanya interaksi antara Pemimpin dan situasinya.
Sebagai landasan studinya, Fiedler menemukan 3 (tiga) dimensi kritis daripada situasi/lingkungan yang mempengaruhi gaya Pemimpin yang sangat efektif, yaitu:
a. Kekuasaan atas dasar kedudukan/jabatan (Position power).
Kekuasaan atas dasar kedudukan/jabatan ini berbeda dengan sumber kekua-saan yang berasal dari tipe kepemimpinan yang kharismatis, atau keahlian (expertise power). Berdasarkan atas kekuasaan ini seorang pemimpin mempunyai anggota-anggota kelompoknya yang dapat diperintah/dipimpin, karena ia bertindak sebagai seorang Manager, di mana kekuasaan ini diperoleh berdasarkan atas kewenangan organisasi (organizational authority).
b. Struktur tugas (task structur).
Pada dimensi ini Fiedler berpendapat bahwa selama tugas-tugas dapat dipe-rinci secara jelas dan orang-orang diserahi tanggung jawab terhadapnya, akan berlainan dengan situasi di mana tugas-tugas itu tidak tersusun (unstructure) dan tidak jelas. Apabila tugas-tugas tersebut telah jelas, mutu daripada penyelenggaraan kerja akan lebih mudah dikendalikan dan anggota-anggota kelompok dapat lebih jelas pertanggungjawabannya dalam pelaksanaan kerja, daripada apabila tugas-tugas itu tidak jelas/kabur.

c. Hubungan antara Pemimpin dan anggotanya (Leader member relations).
Dalam dimensi ini Fiedler menganggap sangat penting dan sudut pandangan seorang Pemimpin), apabila kekuasaan atas dasar kedudukan/jabatan dan stuktur tugas dapat dikendalikan secara lebih luas dalam suatu badan usaha/organisasi dan selama anggota kelompok suka melakukan dan penuh kepercayaan terhadap kepimpinannya.

TEORI NORMATIVE
Vroom & Yetton

Teori kepemimpinan Vroom&Yetton disebut juga Teori Normatif (Normative Theory), karena mengarah kepada pemberian suatu rekomendasi tentang gaya kepemimpinan yang sebaiknya digunakan dalam situasi tertentu. Yaitu berfokus pada tingkat partisipasi yang diperbolehkan oleh pemimpin dalam pengambilan keputusan dan seleksi pendekatan yang akan memaksimalkan manfaat yang akan didapat kelompok dan pada waktu yang bersamaan, meminimalisasi gangguan pencapaian tujuan kelompok. Model yang menjelaskan bagaimana seorang pemimpin harus memimpin dalam berbagai situasi. Model ini menunjukan bahwa tidak ada corak kepemimpinan tunggal yg dapat diterapkan pada semua situasi.
Ada 5 tipe kunci metode kepemimpinan yang teridentifikasi (Vroom & Yetton, 1973):
1. Autocratic : membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang saat ini terdapat pada pemimpin dan seluruh anggota kelompok tanpa terlebih dahulu menginformasikan tujuan dari penyampaian informasi yang mereka berikan.
2. Consultative : pemimpin berkonsultasi terlebih dahulu dengan angota-angotanya (meminta masukan atau pertimbangan) sebelum membuat keputusan.
3. Group : berbagi masalah yang ada dengan kelompok, mengepalai diskusi kelompok, serta menerima dan menerapkan keputusan apapun yang dibuat oleh kelompok.
4. Delegated : pemimpin dan anggota bersama-sama membuat keputusan.

TEORY PATH GOAL
Martin Evans & Robert House ( 1970)

Martin Evans dan Robert House ( 1970-an) mengembangkan teori kepemimpinan Path-goal yang menyatakan bahwa pemimpin yang efektif menjelaskan perilaku-perilaku (path) yang akan membawa pencapaian tujuan.
Empat jenis perilaku pemimpin dalam teori Path-Goal adalah:
Pemimpin langsung membiarkan bawahan mengetahui apa yang diharapkan oleh mereka,memberi petunjuk khusus bagaimana menyelesaikan tugas,jadwal kerja harus dijalankan,dan menjaga standar definitive penampilan kerja bawahan.

Kepemimpinan suportif, bersahabat dan menunjukkan perhatian pada status,kesediaan,dan keinginan bawahan.

Kepemimpianan partisipatif, pemimpin berkonsultasi dengan bawahan dan menerima usulan bawahan sebelum mengambil keputusan.

Kepemimpinan berorientasi pada prestasi, melibatkan harapan agar bawahan menampilkan kerjanya dengan maksimal untuk mencapai tujuan.

Teori Path-Goal mengatakan bahwa perilaku pemimpin yang tepat tergantuk pada beberapa karakteristik pribadi dari bawahan dan karakteristik dari lingkungan.

Karakteristik pribadi yang penting termasuk dalam teori Path-Goal adalah locus of control dan kemampuan penerimaan. Karakteristik lingkungan yang penting dalam teori Path-Goal adalah stuktur tugas,system kewenangan formal,dan kelompok kerja utama.



DAFTAR PUSTAKA

Arum. 2009. Teori Leadership Menurut Fiedler. Retrieved at http://arum05.wordpress.com. 30 Oktober 2009.
Sarwono, Sarlito W. 2005. Psikologi Sosial (Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan). Balai Pustaka, Jakarta.
Lisady. 2009. Teori Path Goal. Retrieved at http://lisadymanajem.blogspot.com.
30 Oktober 2009.