Sabtu, 24 Oktober 2009

teori-teori dalam psikologi manajemen

TEORI RENSIST LIKERT

Likert adalah seorang psikolog sosial dan ahli teori yang pertama-tama mengembangkan cara-cara untuk mengukut variabel manusia dalam organisasi. Dalam dua bukunya yaitu new pattern of managements (pola-pola baru manajemen) dan the human organization (organisasi kemanusiaan) membahas dengan jelas masalah-masalah komunikasi dalam organisasi. Analisanya mengenai gaya manajemen para penyelia dan akibat dari sikap-sikap yang berlainan dari para penyelia itu pada produktivitas karyawan yang dibawahinya. Gaya kepemimpinan dan manajemen sangat bergantung pada aspek-aspek komunikasi dari perilaku organisasional.

Likert berjasa mengembangkan suatu teori terkenal yang disebut teori atau model peniti penyambung (the linking pin model) yang menggambarkan struktur organisasi. Konsep peniti penyambung berkaitan dengan kelompok-kelompok yang tumpang tindih. Setiap penyelia merupakan anggota dari dua kelompok: sebagai pemimpin unit yang lebih rendah dan anggota unit yang lebih tinggi. Penyelia berfungsi sebagai peniti penyambung, mengikat kelompok pekerja satu dengan yang lainnya pada tingkat berikutnya. Struktur peniti penyambung menujukan hubungan antar kelompok laih-alih hubungan antar pribadi. Organisasi dengan struktur peniti penyambung menggalakan orientasi ke ataas daripada orientasi ke bawah; komunikasi, pengaruh pengawasan, dan pencapaian tujuan diserahkan ke atas dalam organisasi. (R. Wayne Pace Don F. Faules, 1998:52) dalam desain yang demikian, dimungkinkan adanya kepimimpinan dan pengambilan keputusan bersama, karena tidak perbedaan tajam antara peranan atasan dengan bawahan. (M.T. Myers, 1987: 74)

Sistem manajemen yang ideal bagi likert adalah sistem yang disebut suatu “sistem interaksi pengaruh”. Cara yang efektif untuk mengintegrasikan sasaran kelompok kerja dan sasaran organisasi dilaksanakan dengan sarasehan masalah antara atasan dan bawahan. Bagi Likert manajemen pada hakekatnya adalah suatu proses relatif. Tidak ada hukum-hukum umum yang dapat diberlakukan pada setiap situasi. Seorang manajer harus menyesuaikan gayanya dengan kelompok yang dipimpinnya. Ada 4 sistem manajemen Likert yaitu:

1. sistem I : organisasi otoriter pemeras (exploitative authoritative organization)

2. sistem II : organisasi otoriter pemurah (benevolent authoritative organization)

3. sistem III : organisasi konsultatif (consultative organization)

4. sistem IV : organisasi parsitipasi (participative organization)

(M.T. Myers, 1987: 74-75)

Untuk gambaran terperinci tentang 4 sistem manajemen likert dapat dilihat berikut ini:

Sistem I ; Organisasi Otoriter Pemeras (exploitative authoritative organization)

- Kepemimpinan : Tak ada kepercayaan. Tak ada perilaku penunjang. Tak bebas membahas
- Motivasi : Menarik pada fisik. Kebutuhan ekonomi dan status. Memusuhi sasaran organisasi. Top manajemen hanya merasa bertanggung jawab untuk tercapainya sasaran.
- Komunikasi : Sedikit kebawah. Tak ada keatas. Dipandang dengan curiga. Tak ada tanggung jawab dirasakan bawahan. Banyak distorsi
- Interaksi dan Pengaruh : Sedikit interaksi. Tidak percaya. Tak ada kerjasama. Bawahan tak berpengaruh kecuali melalui serikat buruh. Atasan berpengaruh jika dapat memakai hukuman
- Pengambilan keputusan : Hanya dipuncak. Informasi tak memadai. Motivasi buruk untuk melaksanakan keputusan. Kerjasama dihambat yang dipakai hanya skill teknis dari puncak
- Penetapan sasaran : Sasaran prestasi tinggi yang diperintahkan oleh puncak; ditolak oleh bawahan.
- Pengawasan : Hanya oleh puncak. Banyak distorsi sistem informasi menentang sasaran sistem formal. Data kontrol dipakai untuk tujuan menghukum
- Sasaran presentasi : Level rata-rata. Sumber daya cukup



Sistem II ; Organisasi Otoriter Pemurah (benevolent authoritative organization)

- Kepemimpinan : Menurunnya kepercayaan. Menurunnya perilaku penunjang. Sedikit bebas membahas
- Motivasi : Menarik pada ekonomi. Kebutuhan status dan prestasi. Sedikit memusuhi sasaran. Organisasi manajemen bertanggung jawab untuk tercapainya sasaran.
- Komunikasi : Sedikit ke bawah. Sedikit keatas. Dipandang dengan hati-hati. Beberapa distorsi. Sistem kotak saran.
- Interaksi dan Pengaruh : Sedikit interaksi. Hati-hati. Sedikit kerja sama. Bawahan sedikit berpengaruh kecuali melalui serikat buruh. Pengaruh dijalankan secara vertikal.
- Pengambilan keputusan : Di puncak. Sebagian diambil dari bawah, tapi dicek di puncak sebelum tindakan. Informasi tak memadai. Sedikit motivasi untuk melaksanakan keputusuan. Kerjasama dihambat skill teknis dari puncak dan menengah.
- Penetapan sasaran : Sasaran prestasi tinggi yang diusahakan oleh puncak; lahiriah diterima oleh bawahan tapi agak ditolak.
- Pengawasan : Umumnya oleh puncak, sebagian oleh tengah. Banyak kekuatan utuk menyimpang. Sistem informasi sebagian menolak sasaran sistem formal. Data kontrol untuk mengawasi dan membimbing.
- Sasaran presentasi : Level tinggi. Sumber daya baik.


Sistem III ; Organisasi Konsultatif (consultative organization)

- Kepemimpinan : Banyak kepercayaan. Sokongan baik. Agak bebas membahas.
- Motivasi : Kebutuhan ekonomis dan hasrat untuk pengalaman baru. Sikap baik terhadap sasaran organisasi. Bawahan merasa bertanggung jawab untuk tercapainya sasaran.
- Komunkasi : Agak banyak ke atas dan ke bawah. Agak akurat. Ke samping cukup sampai baik.
- Interaksi dan Pengaruh : Interaksi sedang. Kepercayaan cukup. Pengaruh sedang dari bawahan. Struktur cukup baik memungkinkan saling berpengaruh dari bagian-bagian organisasi.
- Pengambilan Keputusan : Kebijakan di puncak. Keputusan spesifik lebih rendah. Informasi cukup akurat. Ada motivasi untuk melaksanakan karena kebanyakan terlibat kerjasama. Sebagian skill teknis di semua level.
- Penetapan Sasaran : Sasaran ditetapkan sesudah dibahas dan bawahan; adakalanya penolakan oleh bawahan.
- Pengawasan : Sebagian oleh puncak dan menengah, beberapa distorsi. Pelimpahan, peninjauan dan pengawasan sedang sistem informasi kadang-kadang menyokong, kadang-kadang menolak sasaran sistem formal. Data kontrol dipakai untuk mengawaasi tetapi penekanan pada imbalan, bimbingan dan swadaya.
- Sasaran Presentasi : Level sangat tinggi. Sumber daya baik sekali.

Sistem IV ; Organisasi Parsitipasi (participative organization)

- Kepemimpinan : Kepercayaan penuh. Sokongan penuh. Bebas membahas
- Motivasi : Semua kebutuhan partisipasi dan keterlibatan dalam menetapkan sasaran. Semua merasa bertanggung jawab tercapainya sasaran.
- Komunikasi : Banyak sekali semua arah. Akurat dan dipercaya. Antar pribadi akurat. Persepsi akrab.
- Interaksi dan Pengaruh : Interaksi luas. Berssahabat. Percaya. Kerjasama baik. Pengaruh bawahan luas. Struktur sangat efektif, memungkinkan saling berpengaruh.
- Pengambilan Keputusan : Luas. Dilaksanakan. Informasi lengkap dan akurat. Motivasi kuat untuk melaksanakan. Kerja sama didorong skill teknis di semua level.
- Penetapan Sasaran : Sasaran ditetapkan melalui partisipasi kelompok. Diterima sepenuhnya.
- Pengawasan : Seluruhnya informasi akurat. Peninjauan di semua level. Data kontrol dipakai untuk swadaya dan koordinasi.
- Sasaran Presentasi : Level paling tinggi sumber daya.



















TEORI X & Y MENURUT MC GREGOR

Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia secara jelas dan tegas dapat dibedakan atas manusia penganut teori X dan Y dimana teori X memandang manusia malas tidak suka bekerja menghindarkan tanggung jawab suku dibimbing diperintah dan diawasi serta mementingkan diri sendiri sehingga untuk memotivasi karyawan harus dilaukan dengan cara pengawasan ketat, dipaksa, dan diarahkan supaya mereka mau bekerja sungguh sungguh

Sedangkan teori Y memandang bahwa manusia atau Karyawan itu Rajin, suka bekerja memikul tanggung jawab berprestasi, kreatif dan inovatif menurut teori Y ini untuk memotivasi karyawan hendaknya dilakukan dengan cara peningkatan partisipasi karyawan,kerja sama, dan keterikatan pada keputusan.


















DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Teori Sistem 4 Menurut Rensist Likert. Retrieved at http://icomunikita.blogspot.com. 19 Oktober 2009.
Hasibuan. 2009. Teori X dan Y menurut Mc Gregor. Retrieved at http:// ramkun.blogspot.com.
/2008/05/douglass-Mc-Gregor-dengan-teori-X-dan-Y.html. 19 Oktober 2009.

TEORI-TEORI KEKUASAAN

TEORI – TEORI KEKUASAAN

I. PENGERTIAN KEKUASAAN
Kekuasaan adalah perilaku seorang individu ketika ia mengarahkan aktivitas sebuah kelompok menuju suatu tujuan bersama.

II. TEORI KEKUASAAN MENURUT FRENCH & RAVEN
Adapun sumber kekuasaan menurut French & Raven ada 5 kategori yaitu;
1). Kekuasaan Paksaan (Coercive Power)
=> Kekuasaan imbalan seringkali dilawankan dengan kekuasaan paksaan, yaitu kekuasaan untuk menghukum. Hukuman adalah segala konsekuensi tindakan yang dirasakan tidak menyenangkan bagi orang yang menerimanya. Pemberian hukuman kepada seseorang dimaksudkan juga untuk memodifikasi perilaku, menghukum perilaku yang tidak baik/merugikan organisasi dengan maksud agar berubah menjadi perilaku yang bermanfaat. Para manajer menggunakan kekuasaan jenis ini agar para pengikutnya patuh pada perintah karena takut pada konsekuensi tidak menyenangkan yang mungkin akan diterimanya. Jenis hukuman dapat berupa pembatalan pemberikan konsekwensi tindakan yang menyenangkan; misalnya pembatalan promosi, pembatalan bonus; maupun pelaksanaan hukuman seperti skors, PHK, potong gaji, teguran di muka umum, dan sebagainya. Meskipun hukuman mungkin mengakibatkan dampak sampingan yang tidak diharapkan, misalnya perasaan dendam, tetapi hukuman adalah bentuk kekuasaan paksaan yang masih digunakan untuk memperoleh kepatuhan atau memperbaiki prestasi yang tidak produktif dalam organisasi.

2). Kekuasaan Imbalan (Insentif Power)
=> kemampuan seseorang untuk memberikan imbalan kepada orang lain (pengikutnya) karena kepatuhan mereka. Kekuasaan imbalan digunakan untuk mendukung kekuasaan legitimasi. Jika seseorang memandang bahwa imbalan, baik imbalan ekstrinsik maupun imbalan intrinsik, yang ditawarkan seseorang atau organisasi yang mungkin sekali akan diterimanya, mereka akan tanggap terhadap perintah. Penggunaan kekuasaan imbalan ini amat erat sekali kaitannya dengan teknik memodifikasi perilaku dengan menggunakan imbalan sebagai faktor pengaruh.

3). Kekuasaan Sah (Legitimate Power)
=> kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain karena posisinya. Seorang yang tingkatannya lebih tinggi memiliki kekuasaan atas pihak yang berkedudukan lebih rendah. Dalam teori, orang yang mempunyai kedudukan sederajat dalam organisasi, misalnya sesama manajer, mempunyai kekuasaan legitimasi yang sederajat pula. Kesuksesan penggunaan kekuasaan legitimasi ini sangat dipengaruhi oleh bakat seseorang mengembangkan seni aplikasi kekuasaan tersebut. Kekuasaan legitimasi sangat serupa dengan wewenang. Selain seni pemegang kekuasaan, para bawahan memainkan peranan penting dalam pelaksanaan penggunaan legitimasi. Jika bawahan memandang penggunaan kekuasaan tersebut sah, artinya sesuai dengan hak-hak yang melekat, mereka akan patuh. Tetapi jika dipandang penggunaan kekuasaan tersebut tldak sah, mereka mungkin sekali akan membangkang. Batas-batas kekuasaan ini akan sangat tergantung pada budaya, kebiasaan dan sistem nilai yang berlaku dalam organisasi yang bersangkutan.

4). Kekuasaan Pakar (Expert Power)
=> Seseorang mempunyai kekuasaan ahli jika ia memiliki keahlian khusus yang dinilai tinggi. Seseorang yang memiliki keahlian teknis, administratif, atau keahlian yang lain dinilai mempunyai kekuasaan, walaupun kedudukan mereka rendah. Semakin sulit mencari pengganti orang yang bersangkutan, semakin besar kekuasaan yang dimiliki. Kekuasaan ini adalah suatu karakteristik pribadi, sedangkan kekuasaan legitimasi, imbalan, dan paksaan sebagian besar ditentukan oleh organisasi, karena posisi yang didudukinya.
Contohnya ; Pasien – pasien dirumah sakit menganggap dokter sebagai pemimpin atau panutan karena dokterlah uang dianggap paling ahli untuk menyembuhkan penyakit


5). Kekuasaan Rujukan (Referent Power)
=> Banyak individu yang menyatukan diri dengan atau dipengaruhi oleh seseorang karena gaya kepribadian atau perilaku orang yang bersangkutan. Karisma orang yang bersangkutan adalah basis kekuasaan panutan. Seseorang yang berkarisma ; misalnya seorang manajer ahli, penyanyi, politikus, olahragawan; dikagumi karena karakteristiknya. Pemimpin karismatik bukan hanya percaya pada keyakinan – keyakinannya sendiri (factor atribusi), melainkan juga merasa bahwa ia mempunyai tujuan-tujuan luhur abadi yang supernatural (lebih jauh dari alam nyata). Para pengikutnya, di sisi lain, tidak hanya percaya dan menghargai sang pemimpin, tetapi juga mengidolakan dan memujanya sebagai manusia atau pahlawan yang berkekuatan gaib atau tokoh spiritual (factor konsekuensi). Jadi, pemimpin kharismatik berfungsi sebagai katalisator dari psikodinamika yang terjadi dalam diri para pengikutnya seperti dalam proses proyeksi, represi, dan regresi yang pada gilirannya semakin dikuatkan dalam proses kebersamaan dalam kelompok. Dalam masa puncaknya, Bung Karno misalnya; diberi gelar paduka yang mulia, Panglima Besar ABRI, Presiden seumur hidup, petani agung, pramuka agung, dan berbagai gelar yang lainnya.

KATEGORI KEKUASAAN MENURUT FRENCH & RAVEN (1959)
• Kekuasaan Imbalan => target taat agar ia mendapat ganjaran / imbalan yang diyakini dikuasai atau dikendalikan oleh agent.
• Kekuasaan Paksaan => target taat agar ia terhindar dari hukuman yang diyakini dan diatur oleh agent.
• Kekuasaan Sah => target taat karena ia yakin bahwa agent mempunyai hak untuk membuat ketentuan atau peraturan dan bahwa target mempunyai kewajiban untuk taat.
• Kekuasaan Pakar => target taat karena ia yakin atau percaya bahwa agent mempunyai pengetahuan khusus tentang cara yang terbaik untuk melakukan sesuatu.
• Kekuasaan Rujukan => target taat karena ia memuja agent atau mengidentifikasi dirinya dengan agent dan mengharapkan persetujuan agent.
DAFTAR PUSTAKA

Sarwono, Sarlito W. 2005. Psikologi Sosial (Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan). Balai Pustaka, Jakarta.

TEORI-TEORI KEKUASAAN

TEORI – TEORI KEKUASAAN

I. PENGERTIAN KEKUASAAN
Kekuasaan adalah perilaku seorang individu ketika ia mengarahkan aktivitas sebuah kelompok menuju suatu tujuan bersama.

II. TEORI KEKUASAAN MENURUT FRENCH & RAVEN
Adapun sumber kekuasaan menurut French & Raven ada 5 kategori yaitu;
1). Kekuasaan Paksaan (Coercive Power)
=> Kekuasaan imbalan seringkali dilawankan dengan kekuasaan paksaan, yaitu kekuasaan untuk menghukum. Hukuman adalah segala konsekuensi tindakan yang dirasakan tidak menyenangkan bagi orang yang menerimanya. Pemberian hukuman kepada seseorang dimaksudkan juga untuk memodifikasi perilaku, menghukum perilaku yang tidak baik/merugikan organisasi dengan maksud agar berubah menjadi perilaku yang bermanfaat. Para manajer menggunakan kekuasaan jenis ini agar para pengikutnya patuh pada perintah karena takut pada konsekuensi tidak menyenangkan yang mungkin akan diterimanya. Jenis hukuman dapat berupa pembatalan pemberikan konsekwensi tindakan yang menyenangkan; misalnya pembatalan promosi, pembatalan bonus; maupun pelaksanaan hukuman seperti skors, PHK, potong gaji, teguran di muka umum, dan sebagainya. Meskipun hukuman mungkin mengakibatkan dampak sampingan yang tidak diharapkan, misalnya perasaan dendam, tetapi hukuman adalah bentuk kekuasaan paksaan yang masih digunakan untuk memperoleh kepatuhan atau memperbaiki prestasi yang tidak produktif dalam organisasi.

2). Kekuasaan Imbalan (Insentif Power)
=> kemampuan seseorang untuk memberikan imbalan kepada orang lain (pengikutnya) karena kepatuhan mereka. Kekuasaan imbalan digunakan untuk mendukung kekuasaan legitimasi. Jika seseorang memandang bahwa imbalan, baik imbalan ekstrinsik maupun imbalan intrinsik, yang ditawarkan seseorang atau organisasi yang mungkin sekali akan diterimanya, mereka akan tanggap terhadap perintah. Penggunaan kekuasaan imbalan ini amat erat sekali kaitannya dengan teknik memodifikasi perilaku dengan menggunakan imbalan sebagai faktor pengaruh.

3). Kekuasaan Sah (Legitimate Power)
=> kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain karena posisinya. Seorang yang tingkatannya lebih tinggi memiliki kekuasaan atas pihak yang berkedudukan lebih rendah. Dalam teori, orang yang mempunyai kedudukan sederajat dalam organisasi, misalnya sesama manajer, mempunyai kekuasaan legitimasi yang sederajat pula. Kesuksesan penggunaan kekuasaan legitimasi ini sangat dipengaruhi oleh bakat seseorang mengembangkan seni aplikasi kekuasaan tersebut. Kekuasaan legitimasi sangat serupa dengan wewenang. Selain seni pemegang kekuasaan, para bawahan memainkan peranan penting dalam pelaksanaan penggunaan legitimasi. Jika bawahan memandang penggunaan kekuasaan tersebut sah, artinya sesuai dengan hak-hak yang melekat, mereka akan patuh. Tetapi jika dipandang penggunaan kekuasaan tersebut tldak sah, mereka mungkin sekali akan membangkang. Batas-batas kekuasaan ini akan sangat tergantung pada budaya, kebiasaan dan sistem nilai yang berlaku dalam organisasi yang bersangkutan.

4). Kekuasaan Pakar (Expert Power)
=> Seseorang mempunyai kekuasaan ahli jika ia memiliki keahlian khusus yang dinilai tinggi. Seseorang yang memiliki keahlian teknis, administratif, atau keahlian yang lain dinilai mempunyai kekuasaan, walaupun kedudukan mereka rendah. Semakin sulit mencari pengganti orang yang bersangkutan, semakin besar kekuasaan yang dimiliki. Kekuasaan ini adalah suatu karakteristik pribadi, sedangkan kekuasaan legitimasi, imbalan, dan paksaan sebagian besar ditentukan oleh organisasi, karena posisi yang didudukinya.
Contohnya ; Pasien – pasien dirumah sakit menganggap dokter sebagai pemimpin atau panutan karena dokterlah uang dianggap paling ahli untuk menyembuhkan penyakit


5). Kekuasaan Rujukan (Referent Power)
=> Banyak individu yang menyatukan diri dengan atau dipengaruhi oleh seseorang karena gaya kepribadian atau perilaku orang yang bersangkutan. Karisma orang yang bersangkutan adalah basis kekuasaan panutan. Seseorang yang berkarisma ; misalnya seorang manajer ahli, penyanyi, politikus, olahragawan; dikagumi karena karakteristiknya. Pemimpin karismatik bukan hanya percaya pada keyakinan – keyakinannya sendiri (factor atribusi), melainkan juga merasa bahwa ia mempunyai tujuan-tujuan luhur abadi yang supernatural (lebih jauh dari alam nyata). Para pengikutnya, di sisi lain, tidak hanya percaya dan menghargai sang pemimpin, tetapi juga mengidolakan dan memujanya sebagai manusia atau pahlawan yang berkekuatan gaib atau tokoh spiritual (factor konsekuensi). Jadi, pemimpin kharismatik berfungsi sebagai katalisator dari psikodinamika yang terjadi dalam diri para pengikutnya seperti dalam proses proyeksi, represi, dan regresi yang pada gilirannya semakin dikuatkan dalam proses kebersamaan dalam kelompok. Dalam masa puncaknya, Bung Karno misalnya; diberi gelar paduka yang mulia, Panglima Besar ABRI, Presiden seumur hidup, petani agung, pramuka agung, dan berbagai gelar yang lainnya.

KATEGORI KEKUASAAN MENURUT FRENCH & RAVEN (1959)
• Kekuasaan Imbalan => target taat agar ia mendapat ganjaran / imbalan yang diyakini dikuasai atau dikendalikan oleh agent.
• Kekuasaan Paksaan => target taat agar ia terhindar dari hukuman yang diyakini dan diatur oleh agent.
• Kekuasaan Sah => target taat karena ia yakin bahwa agent mempunyai hak untuk membuat ketentuan atau peraturan dan bahwa target mempunyai kewajiban untuk taat.
• Kekuasaan Pakar => target taat karena ia yakin atau percaya bahwa agent mempunyai pengetahuan khusus tentang cara yang terbaik untuk melakukan sesuatu.
• Kekuasaan Rujukan => target taat karena ia memuja agent atau mengidentifikasi dirinya dengan agent dan mengharapkan persetujuan agent.
DAFTAR PUSTAKA

Sarwono, Sarlito W. 2005. Psikologi Sosial (Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan). Balai Pustaka, Jakarta.

TEORI-TEORI KEKUASAAN

TEORI – TEORI KEKUASAAN

I. PENGERTIAN KEKUASAAN
Kekuasaan adalah perilaku seorang individu ketika ia mengarahkan aktivitas sebuah kelompok menuju suatu tujuan bersama.

II. TEORI KEKUASAAN MENURUT FRENCH & RAVEN
Adapun sumber kekuasaan menurut French & Raven ada 5 kategori yaitu;
1). Kekuasaan Paksaan (Coercive Power)
=> Kekuasaan imbalan seringkali dilawankan dengan kekuasaan paksaan, yaitu kekuasaan untuk menghukum. Hukuman adalah segala konsekuensi tindakan yang dirasakan tidak menyenangkan bagi orang yang menerimanya. Pemberian hukuman kepada seseorang dimaksudkan juga untuk memodifikasi perilaku, menghukum perilaku yang tidak baik/merugikan organisasi dengan maksud agar berubah menjadi perilaku yang bermanfaat. Para manajer menggunakan kekuasaan jenis ini agar para pengikutnya patuh pada perintah karena takut pada konsekuensi tidak menyenangkan yang mungkin akan diterimanya. Jenis hukuman dapat berupa pembatalan pemberikan konsekwensi tindakan yang menyenangkan; misalnya pembatalan promosi, pembatalan bonus; maupun pelaksanaan hukuman seperti skors, PHK, potong gaji, teguran di muka umum, dan sebagainya. Meskipun hukuman mungkin mengakibatkan dampak sampingan yang tidak diharapkan, misalnya perasaan dendam, tetapi hukuman adalah bentuk kekuasaan paksaan yang masih digunakan untuk memperoleh kepatuhan atau memperbaiki prestasi yang tidak produktif dalam organisasi.

2). Kekuasaan Imbalan (Insentif Power)
=> kemampuan seseorang untuk memberikan imbalan kepada orang lain (pengikutnya) karena kepatuhan mereka. Kekuasaan imbalan digunakan untuk mendukung kekuasaan legitimasi. Jika seseorang memandang bahwa imbalan, baik imbalan ekstrinsik maupun imbalan intrinsik, yang ditawarkan seseorang atau organisasi yang mungkin sekali akan diterimanya, mereka akan tanggap terhadap perintah. Penggunaan kekuasaan imbalan ini amat erat sekali kaitannya dengan teknik memodifikasi perilaku dengan menggunakan imbalan sebagai faktor pengaruh.

3). Kekuasaan Sah (Legitimate Power)
=> kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain karena posisinya. Seorang yang tingkatannya lebih tinggi memiliki kekuasaan atas pihak yang berkedudukan lebih rendah. Dalam teori, orang yang mempunyai kedudukan sederajat dalam organisasi, misalnya sesama manajer, mempunyai kekuasaan legitimasi yang sederajat pula. Kesuksesan penggunaan kekuasaan legitimasi ini sangat dipengaruhi oleh bakat seseorang mengembangkan seni aplikasi kekuasaan tersebut. Kekuasaan legitimasi sangat serupa dengan wewenang. Selain seni pemegang kekuasaan, para bawahan memainkan peranan penting dalam pelaksanaan penggunaan legitimasi. Jika bawahan memandang penggunaan kekuasaan tersebut sah, artinya sesuai dengan hak-hak yang melekat, mereka akan patuh. Tetapi jika dipandang penggunaan kekuasaan tersebut tldak sah, mereka mungkin sekali akan membangkang. Batas-batas kekuasaan ini akan sangat tergantung pada budaya, kebiasaan dan sistem nilai yang berlaku dalam organisasi yang bersangkutan.

4). Kekuasaan Pakar (Expert Power)
=> Seseorang mempunyai kekuasaan ahli jika ia memiliki keahlian khusus yang dinilai tinggi. Seseorang yang memiliki keahlian teknis, administratif, atau keahlian yang lain dinilai mempunyai kekuasaan, walaupun kedudukan mereka rendah. Semakin sulit mencari pengganti orang yang bersangkutan, semakin besar kekuasaan yang dimiliki. Kekuasaan ini adalah suatu karakteristik pribadi, sedangkan kekuasaan legitimasi, imbalan, dan paksaan sebagian besar ditentukan oleh organisasi, karena posisi yang didudukinya.
Contohnya ; Pasien – pasien dirumah sakit menganggap dokter sebagai pemimpin atau panutan karena dokterlah uang dianggap paling ahli untuk menyembuhkan penyakit


5). Kekuasaan Rujukan (Referent Power)
=> Banyak individu yang menyatukan diri dengan atau dipengaruhi oleh seseorang karena gaya kepribadian atau perilaku orang yang bersangkutan. Karisma orang yang bersangkutan adalah basis kekuasaan panutan. Seseorang yang berkarisma ; misalnya seorang manajer ahli, penyanyi, politikus, olahragawan; dikagumi karena karakteristiknya. Pemimpin karismatik bukan hanya percaya pada keyakinan – keyakinannya sendiri (factor atribusi), melainkan juga merasa bahwa ia mempunyai tujuan-tujuan luhur abadi yang supernatural (lebih jauh dari alam nyata). Para pengikutnya, di sisi lain, tidak hanya percaya dan menghargai sang pemimpin, tetapi juga mengidolakan dan memujanya sebagai manusia atau pahlawan yang berkekuatan gaib atau tokoh spiritual (factor konsekuensi). Jadi, pemimpin kharismatik berfungsi sebagai katalisator dari psikodinamika yang terjadi dalam diri para pengikutnya seperti dalam proses proyeksi, represi, dan regresi yang pada gilirannya semakin dikuatkan dalam proses kebersamaan dalam kelompok. Dalam masa puncaknya, Bung Karno misalnya; diberi gelar paduka yang mulia, Panglima Besar ABRI, Presiden seumur hidup, petani agung, pramuka agung, dan berbagai gelar yang lainnya.

KATEGORI KEKUASAAN MENURUT FRENCH & RAVEN (1959)
• Kekuasaan Imbalan => target taat agar ia mendapat ganjaran / imbalan yang diyakini dikuasai atau dikendalikan oleh agent.
• Kekuasaan Paksaan => target taat agar ia terhindar dari hukuman yang diyakini dan diatur oleh agent.
• Kekuasaan Sah => target taat karena ia yakin bahwa agent mempunyai hak untuk membuat ketentuan atau peraturan dan bahwa target mempunyai kewajiban untuk taat.
• Kekuasaan Pakar => target taat karena ia yakin atau percaya bahwa agent mempunyai pengetahuan khusus tentang cara yang terbaik untuk melakukan sesuatu.
• Kekuasaan Rujukan => target taat karena ia memuja agent atau mengidentifikasi dirinya dengan agent dan mengharapkan persetujuan agent.
DAFTAR PUSTAKA

Sarwono, Sarlito W. 2005. Psikologi Sosial (Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan). Balai Pustaka, Jakarta.

teori-teori dalam psikologi manajemen

TEORI RENSIST LIKERT
Likert adalah seorang psikolog sosial dan ahli teori yang pertama-tama mengembangkan cara-cara untuk mengukut variabel manusia dalam organisasi. Dalam dua bukunya yaitu new pattern of managements (pola-pola baru manajemen) dan the human organization (organisasi kemanusiaan) membahas dengan jelas masalah-masalah komunikasi dalam organisasi. Analisanya mengenai gaya manajemen para penyelia dan akibat dari sikap-sikap yang berlainan dari para penyelia itu pada produktivitas karyawan yang dibawahinya. Gaya kepemimpinan dan manajemen sangat bergantung pada aspek-aspek komunikasi dari perilaku organisasional.

Likert berjasa mengembangkan suatu teori terkenal yang disebut teori atau model peniti penyambung (the linking pin model) yang menggambarkan struktur organisasi. Konsep peniti penyambung berkaitan dengan kelompok-kelompok yang tumpang tindih. Setiap penyelia merupakan anggota dari dua kelompok: sebagai pemimpin unit yang lebih rendah dan anggota unit yang lebih tinggi. Penyelia berfungsi sebagai peniti penyambung, mengikat kelompok pekerja satu dengan yang lainnya pada tingkat berikutnya. Struktur peniti penyambung menujukan hubungan antar kelompok laih-alih hubungan antar pribadi. Organisasi dengan struktur peniti penyambung menggalakan orientasi ke ataas daripada orientasi ke bawah; komunikasi, pengaruh pengawasan, dan pencapaian tujuan diserahkan ke atas dalam organisasi. (R. Wayne Pace Don F. Faules, 1998:52) dalam desain yang demikian, dimungkinkan adanya kepimimpinan dan pengambilan keputusan bersama, karena tidak perbedaan tajam antara peranan atasan dengan bawahan. (M.T. Myers, 1987: 74)

Sistem manajemen yang ideal bagi likert adalah sistem yang disebut suatu “sistem interaksi pengaruh”. Cara yang efektif untuk mengintegrasikan sasaran kelompok kerja dan sasaran organisasi dilaksanakan dengan sarasehan masalah antara atasan dan bawahan. Bagi Likert manajemen pada hakekatnya adalah suatu proses relatif. Tidak ada hukum-hukum umum yang dapat diberlakukan pada setiap situasi. Seorang manajer harus menyesuaikan gayanya dengan kelompok yang dipimpinnya. Ada 4 sistem manajemen Likert yaitu:

1. sistem I : organisasi otoriter pemeras (exploitative authoritative organization)

2. sistem II : organisasi otoriter pemurah (benevolent authoritative organization)

3. sistem III : organisasi konsultatif (consultative organization)

4. sistem IV : organisasi parsitipasi (participative organization)

(M.T. Myers, 1987: 74-75)

Untuk gambaran terperinci tentang 4 sistem manajemen likert dapat dilihat berikut ini:

Sistem I ; Organisasi Otoriter Pemeras (exploitative authoritative organization)

- Kepemimpinan : Tak ada kepercayaan. Tak ada perilaku penunjang. Tak bebas membahas
- Motivasi : Menarik pada fisik. Kebutuhan ekonomi dan status. Memusuhi sasaran organisasi. Top manajemen hanya merasa bertanggung jawab untuk tercapainya sasaran.
- Komunikasi : Sedikit kebawah. Tak ada keatas. Dipandang dengan curiga. Tak ada tanggung jawab dirasakan bawahan. Banyak distorsi
- Interaksi dan Pengaruh : Sedikit interaksi. Tidak percaya. Tak ada kerjasama. Bawahan tak berpengaruh kecuali melalui serikat buruh. Atasan berpengaruh jika dapat memakai hukuman
- Pengambilan keputusan : Hanya dipuncak. Informasi tak memadai. Motivasi buruk untuk melaksanakan keputusan. Kerjasama dihambat yang dipakai hanya skill teknis dari puncak
- Penetapan sasaran : Sasaran prestasi tinggi yang diperintahkan oleh puncak; ditolak oleh bawahan.
- Pengawasan : Hanya oleh puncak. Banyak distorsi sistem informasi menentang sasaran sistem formal. Data kontrol dipakai untuk tujuan menghukum
- Sasaran presentasi : Level rata-rata. Sumber daya cukup



Sistem II ; Organisasi Otoriter Pemurah (benevolent authoritative organization)

- Kepemimpinan : Menurunnya kepercayaan. Menurunnya perilaku penunjang. Sedikit bebas membahas
- Motivasi : Menarik pada ekonomi. Kebutuhan status dan prestasi. Sedikit memusuhi sasaran. Organisasi manajemen bertanggung jawab untuk tercapainya sasaran.
- Komunikasi : Sedikit ke bawah. Sedikit keatas. Dipandang dengan hati-hati. Beberapa distorsi. Sistem kotak saran.
- Interaksi dan Pengaruh : Sedikit interaksi. Hati-hati. Sedikit kerja sama. Bawahan sedikit berpengaruh kecuali melalui serikat buruh. Pengaruh dijalankan secara vertikal.
- Pengambilan keputusan : Di puncak. Sebagian diambil dari bawah, tapi dicek di puncak sebelum tindakan. Informasi tak memadai. Sedikit motivasi untuk melaksanakan keputusuan. Kerjasama dihambat skill teknis dari puncak dan menengah.
- Penetapan sasaran : Sasaran prestasi tinggi yang diusahakan oleh puncak; lahiriah diterima oleh bawahan tapi agak ditolak.
- Pengawasan : Umumnya oleh puncak, sebagian oleh tengah. Banyak kekuatan utuk menyimpang. Sistem informasi sebagian menolak sasaran sistem formal. Data kontrol untuk mengawasi dan membimbing.
- Sasaran presentasi : Level tinggi. Sumber daya baik.


Sistem III ; Organisasi Konsultatif (consultative organization)

- Kepemimpinan : Banyak kepercayaan. Sokongan baik. Agak bebas membahas.
- Motivasi : Kebutuhan ekonomis dan hasrat untuk pengalaman baru. Sikap baik terhadap sasaran organisasi. Bawahan merasa bertanggung jawab untuk tercapainya sasaran.
- Komunkasi : Agak banyak ke atas dan ke bawah. Agak akurat. Ke samping cukup sampai baik.
- Interaksi dan Pengaruh : Interaksi sedang. Kepercayaan cukup. Pengaruh sedang dari bawahan. Struktur cukup baik memungkinkan saling berpengaruh dari bagian-bagian organisasi.
- Pengambilan Keputusan : Kebijakan di puncak. Keputusan spesifik lebih rendah. Informasi cukup akurat. Ada motivasi untuk melaksanakan karena kebanyakan terlibat kerjasama. Sebagian skill teknis di semua level.
- Penetapan Sasaran : Sasaran ditetapkan sesudah dibahas dan bawahan; adakalanya penolakan oleh bawahan.
- Pengawasan : Sebagian oleh puncak dan menengah, beberapa distorsi. Pelimpahan, peninjauan dan pengawasan sedang sistem informasi kadang-kadang menyokong, kadang-kadang menolak sasaran sistem formal. Data kontrol dipakai untuk mengawaasi tetapi penekanan pada imbalan, bimbingan dan swadaya.
- Sasaran Presentasi : Level sangat tinggi. Sumber daya baik sekali.

Sistem IV ; Organisasi Parsitipasi (participative organization)

- Kepemimpinan : Kepercayaan penuh. Sokongan penuh. Bebas membahas
- Motivasi : Semua kebutuhan partisipasi dan keterlibatan dalam menetapkan sasaran. Semua merasa bertanggung jawab tercapainya sasaran.
- Komunikasi : Banyak sekali semua arah. Akurat dan dipercaya. Antar pribadi akurat. Persepsi akrab.
- Interaksi dan Pengaruh : Interaksi luas. Berssahabat. Percaya. Kerjasama baik. Pengaruh bawahan luas. Struktur sangat efektif, memungkinkan saling berpengaruh.
- Pengambilan Keputusan : Luas. Dilaksanakan. Informasi lengkap dan akurat. Motivasi kuat untuk melaksanakan. Kerja sama didorong skill teknis di semua level.
- Penetapan Sasaran : Sasaran ditetapkan melalui partisipasi kelompok. Diterima sepenuhnya.
- Pengawasan : Seluruhnya informasi akurat. Peninjauan di semua level. Data kontrol dipakai untuk swadaya dan koordinasi.
- Sasaran Presentasi : Level paling tinggi sumber daya.



















TEORI X & Y MENURUT MC GREGOR

Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia secara jelas dan tegas dapat dibedakan atas manusia penganut teori X dan Y dimana teori X memandang manusia malas tidak suka bekerja menghindarkan tanggung jawab suku dibimbing diperintah dan diawasi serta mementingkan diri sendiri sehingga untuk memotivasi karyawan harus dilaukan dengan cara pengawasan ketat, dipaksa, dan diarahkan supaya mereka mau bekerja sungguh sungguh

Sedangkan teori Y memandang bahwa manusia atau Karyawan itu Rajin, suka bekerja memikul tanggung jawab berprestasi, kreatif dan inovatif menurut teori Y ini untuk memotivasi karyawan hendaknya dilakukan dengan cara peningkatan partisipasi karyawan,kerja sama, dan keterikatan pada keputusan.


















DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Teori Sistem 4 Menurut Rensist Likert. Retrieved at http://icomunikita.blogspot.com. 19 Oktober 2009.
Hasibuan. 2009. Teori X dan Y menurut Mc Gregor. Retrieved at http:// ramkun.blogspot.com.
/2008/05/douglass-Mc-Gregor-dengan-teori-X-dan-Y.html. 19 Oktober 2009.

Jumat, 09 Oktober 2009

Penerapan Bentuk-Bentuk Peranan Kekuasaan

"MEMPENGARUHI PERILAKU BERDASARKAN WEWENANG KEKUASAAN"
Para pimpinan di dalam organisasi industri secara alami hampir selalu mempergunakan wewenang apabila suatu msalah perubahan timbul pada bawahan.
Wewenang adalah suatu kekuasaan ekstra yang potensial, yang diberikan oleh pihak ketiga (yaitu organisasi) kepada bebarapa anggotanya dengan maksud untuk menjamin suatu pembagian kekuasaan yang tidak sama dengan kata lain agar memberikan kepastian bahwa beberapa orang adalah sebagai kepala dan yang lain sebagai bawahan.
Menurut kasus yang pernah saya alami di salah satu perusahaan retail di Indonesia, pada saat itu setiap minggunya saya diwajibkan menyerahkan weekly report , tadinya saya masih santai-santai dalam mengerjakan weekly report tetapi begitu atasan saya (supervisor) hadir untuk mengawasi kinerja karyawan, hampir seluruh karyawan meningkatkan kinerjanya karena ada atasan yang mengawasi. Disitulah terjadi perubahan perilaku karyawan yang disebabkan karena adanya wewenang dan kekuasaan dari atasan (supervisor). Jadi, dalam suatu industri, menurut hirarki perusahaan, seorang pemimpin dapat menggunakan kekuasaan dan wewenang mengubah suatu perilaku karyawan. Kekuasaan yang diperoleh seseorang menurut jabatannya dan dipergunakan untuk tujuan diri sendiri atau kelompoknya hanya selama kekuasaan itu berlaku.
Dalam kasus di atas taktik yang dipergunakan oleh pemimpin dalam merubah perilaku kinerja karyawan, biasanya sangat tergantung dari pengurangan terhadap sarana pemuasan kebutuhan disertai dengan suatu tuntutan perubahan perilaku.